Saturday, April 21, 2007

Kartini, mulianya hatimu....

Putri bangsa, yang memiliki hati dan visi untuk memajukan perempuan Indonesia, sudah lama meninggalkan bangsa ini. Tetapi namanya selalu diam di negeri ini. Pendidikan akan mengangkat harkat perempuan dan juga mengeluarkan mereka dari kebodohan, inilah yang menjadi suara hati sang putri. Dia tidak hanya memikirkan pendidikan untuk perempuan, tidak hanya membuat perencanaan bagaimana mengangkat kaumnya. Dia memberikan hidupnya dan mengabdi kepada visi hidupnya.

“Habis Gelap, Terbitlah Terang” . Kalimat yang menjadi kekuatan jiwanya ini tidak asing bagi bangsa ini. Visinya begitu dalam bagi kemajuan perempuan Indonesia. Apakah kita kaum perempuan menjadikan dia sosok teladan dalam menjalani visi hidup kita? Mungkin dia bukanlah sesuatu yang penting bagi sebagian perempuan Indonesia. Nasionalisme yang dia miliki, masih adakah saat ini yang kita temukan tertanam kokoh dalam diri putri bangsa ini? Mungkinkah nasionalisme itu sepertinya barang yang usang dan sangat tidak penting pada masa ini. Diri ku dan kepentinganku, itulah yang banyak dikejar oleh putri-putri bangsa ini.

Diluar sana, di negeri ini, pasti masih banyak bertaburan putri-putri bangsa yang mencintai bangsa ini. Mau memberikan hidupnya untuk kebaikan perempuan, anak-anak dan sesama manusia. Memang tidak mudah mengukur kebaikan, tetapi nurani jarang sekali salah dalam menilai kebaikan. Bahasa bisa berbeda, karena negeri ini terdiri dari banyak bangsa dan banyak bahasa, tetapi bahasa kasih selalu bisa dibaca oleh bahasa apa saja. Mungkin kebaikan untuk sesama itu tidak hanya diketahui dan dirasakan oleh satu orang saja. Tetapi itu adalah hal yang berarti, dan masih banyak KArtini yang akan muncul di setiap bentuk sejarah bangsa ini.

R.A. KARTINI, hatimu sungguh mulia. Biarlah muncul semakin banyak Kartini-Kartini seperti dirimu di tengah-tengah bangsa yang semakin terpuruk ini.

Friday, April 20, 2007

Jiwa yang gelisah...

Suara hati yang sudah tidak seirama dengan logika, membuat sendi-sendi menjadi ngilu untuk bergerak. Kemana kaki akan melangkah, kalau logika menyuruh ke kiri sedangkan nurani menyuruh ke belakang? Berjalan terseret-seret dengan lidah yang kelu dan bulu kuduk yang merinding. Kemana semua tujuan perjalanan ini? Makna diri belum kunjung bertemu, dan apakah memang tidak akan pernah berjumpa?

Dalam kebingungan dan kegelisahan yang ragu-ragu, kaki mencoba menjejak setapak lagi. APakah langkah ini yang benar, ataukah bukan langkah ini yang seharusnya? Kemana mesti dilangkahkan ? Mungkinkah nurani yang mengetahui dimana TUhan? Tetapi kenapa logika memiliki banyak kemungkinan yang baik namun tidak mungkin semuanya untuk dilalui pada saat yang bersamaan. Yang manakah yang perlu didahulukan? Apakah memang apa yang dipertimbangkan logika memang sesuatu yang baik ?
Kemana pikiran ini bisa berlabuh? Ketika dia menginginkan sesuatu yang terbaik di depan yang bisa dibidik dari titik saat ini?

Mengapa engkau gelisah hai jiwaku? kata pemasmur. Mungkinkah kegelisahan itu bisa disebabkan oleh hal-hal yang memang tidak bisa kita atasi atau sebenarnya sumber kegelisahan itu ada di dalam diri? Apakah jiwa yang gelisah akan lebih meresahkan dibanding jiwa yang tidak pernah menyadari kalau ada kegelisahan menyelimutinya? Aku tidak tahu...mungkinkah jiwa yang bimbang dan kegelisahan yang menyelubungi itu menandakan iman yang bertumbuh? atau bukti bahwa ketiadaan iman itu sendiri?

Saya tidak tahu dan saya tidak mampu memikirkannya. Dalam keterbatasan kapasitas logika, menalar keadaan sesuai dengan rasio yang baik memang sesuatu yang memberikan kebingungan dan ketegangan yang membuat kaki semakin bergetar dan tidak beranjak kemana-mana. Kehidupan ini sesungguhnya amat sederhana, tapi kemanakah lenyapnya kesederhanaan ketika kita mengamati sekeliling kita. Kehidupan begitu gersang bagi sebagian orang, dan juga begitu berat untuk dilalui bagi banyak orang. Apakah kehidupan itu yang berat? Atau diri manusia itu sendirilah yang bermasalah sehingga merasa berat melalui semua ini... Saya tidak tahu, bahkan saya kadang merasa kehidupan itu yang berat, namun terkadang kehidupan itu sangat indah...tapi diri saya sendirilah yang begitu kaku dalam kejemuannya dan merasa berat melalui jalan-jalan indah itu.

Mengapa engkau tertekan hai jiwaku? Pemasmur menyeruh jiwa yang berpaling kepada penciptaNYA akan mendapat ketenangan di dunia yang menuju kebinasaan ini.

Thursday, April 19, 2007

Gerimis sudah usai....

Senja sudah mulai malu-malu muncul setelah hujan gerimis usai. Jalanan masih macet dengan pedagang kaki lima yang aktivitasnya semakin hidup mempersiapkan dagangannya. Mahasiswa yang sudah usai kegiatan di kampus memenuhi jalanan kecil yang di kanan dan kirinya banyak berhamburan tukang foto kopi dan agen-agen yang menerima terjemahan.
GErimis tadi membuat udara tidak terlalu panas. Debu tidak banyak beterbangan sehingga kesegaran sedikit memberikan kedamaian. Tidak setiap hari akan berwarna seperti ini. ALam ini selalu memberikan yang terbaik yang ia bisa, walaupun gerimis tadi sedikit mengganggu bagi yang ingin melanjutkan perjalanan tetapi tidak membawa payung. Tapi usai turun gerimis, memberikan kesegaran yang mendamaikan yang tanpa diakui oleh orang yang lalu lalang tapi itu kelihatan dari sorot mata yang bersinar.

Alam sangat mengerti keadilan, mengerti apa yang terbaik yang bisa dia berikan bahkan sangat mengenal keberadaannya dan kekuatannya yang bisa berdampak untuk manusia.
Tapi aku ? manusia yang sangat kecil yang sering sekali tidak mengerti apa-apa. Tidak mengerti tentang aku, tentang lingkunganku dan juga tidak mengerti dengan apa yang ada di hadapanku.
Aku tahu, kalau aku akan mengerti sedikit tentang aku ketika aku kembali kepada penciptaku.

Tangan yang sudah menggariskan semesta ini, yang menjadikan alam yang sangat sempurna ini juga adalah tangan yang menjadikan aku, yang membentuk masa depanku. Gerimis sudah usai..aku juga akan melanjutkan kegiatanku dalam kesegaran udara senja.

Sunday, April 15, 2007

Tribute to Dorothy Irene Marx


Juni 1957, saat beliau menjejakkan kaki di bumi
Indonesia ini
Tahun demi tahun pelayanan
Memimpin paduan suara
Menjadi pendeta wanita mula-mula di GKI
Merintis pelayanan penjara di Bandung
Mengasihi Indonesia, melepaskan kewarga negaraan
Inggris dan menjadi WNI
Terus menaburkan benih Firman
Melayani mahasiswa
Tanpa lelah, dengan cinta kasih
Tanpa pamrih
Menegakkan kebenaranNYA
Dengan kesederhanaan
Mengajar di STT IMAN, UI, Univ. Gamaliel, Maranatha,
IKIP Bandung, UKI, ITB, dan di STT Bandung
16 Pebruary 2007...genap berusia 84 tahun
50 tahun melayani di Indonesia
Terima kasih bu Dorothy,
Kami semua mencintaimu
Syukur kepada Allah

Acara Tribute to Dorothy I. Marx akan dilaksanakan pada Selasa, 17 April 2007 pukul 18.00 di wisma Shalom, dalam rangkaian Temu Alumni Nasional STT Bandung.
Bu Dorothy, mendapatkan gelar Doktornya dari Tubingen Jerman, jadi satu almamater ibu ini dengan Paus sekarang. Bu Dorothy setahun yang lalu menerbitkan buku dengan judul „Kebenaran mengangkat derajat bangsa tetapi dosa adalah noda bangsa“, (sori kalau kurang pas judulnya). Sampai saat ini masih aktif menulis.

Aku secara pribadi memiliki kesan yang dalam dengan bu Dorothy, sebelum ke Aceh tahun lalu beliau mengundang aku ke apartemennya di STTB. Saat itu aku melihat dia masih semangat menulis dan juga dikelilingi buku-buku yang terbuka di meja dan juga buku-buku di lemari di ruangan itu. Dia menceritakan pengalamannya waktu kuliah di Tubingen, dan juga tetap mendorong semua orang untuk kuliah tinggi-tinggi. Katanya kalau sudah sekolah tinggi, lingkup pengaruh akan semakin luas...dan saat itu dia bilang kalau disuruh milih ngajar di STTB atau ITB saat ini, dia akan memilih mengajar di ITB. Karena anak-anak ITB akan menjadi duta-duta Allah di banyak tempat, dan dia sangat ingin tetap mengajar mereka tentang kebenaran Alkitab. Dalam mengajar, ibu ini melakukan pendekatan personal dengan semua mahasiswanya dan sangat perlu ditiru oleh para pengajar yang berdampak.
Ibu ini memang hebat...dulu kalau kami kehabisan kata, kami hanya bilang antar kami tentang ibu ini :“Dasar Yahudi“.


Beberapa yang masih aku ingat singkatan bu dorothy yang banyak itu, habis setiap belajar atau mendengar bu Dorothy menjadi pengkhotbah, pasti ada singkatan yang dia bagikan.
Juplop = Maju dengan Amplop
Jutek = Maju dengan nyontek
BDB : Bohong Demi Bisnis, Bohong Demi keBaikan
MDM : Melicinkan Demi Melancarkan, Magic Demi Maju
Ngakol : Ngakali Orang Lain
Nilai-nilai dunia : is..is..is = egois, sekularis, materialis, dll
Nilai-nilai kerajaan Allah : an..an..an : Kebenaran, kejujuran, kebaikan, belas kasihan, dll

Semua anak-anak PERKANTAS juga akan sangat mencintai bu Dorothy, khususnya PERKANTAS Bandung kali ya.. Ibu Dorothy juga pernah tinggal di Asrama Putri PGI Jl. Kebun Kawung Bandung. Saat aku tinggal di Asrama ini, kami ada 10 orang KAro tinggal di sana. Ibu Asrama dan Bude beberapa kali menceritakan tentang bu Dorothy ketika dia tinggal di Asrama itu. Semua yang pernah mengenalnya tidak akan bisa melupakannya.


Satu rahasia yang tidak diketahui bu Dorothy yang pernah diungkapkan Pak Agung Wibisana adalah bahwa kalau beliau nanti sudah meninggal maka akan dibuat patungnya di STTB (kita lihat sajalah nanti). Kalau ide ini diketahui oleh bu Dorothy maka pasti dia tolak..DIA SEDERHANA SEKALI. Bahkan tinggal di Apartemen dosen STTB baginya terlalu mewah. Bu Dorothy belakangan pindah ke apartemen karena sudah tua karena di rumahnya yang dulu dia beberapa kali masuk ke rumah sakit karena jatuh. Belakangan kemarin ibu Dorothy pasti ada yang menuntun di tangga kalau masuk ke ruang kelas di lantai 2.




Kekerasan yang berakibat kematian di STPDN, pelakunya sudah PNS ??

Kematian Cliff Muntu, mahasiswa IPDN menguak banyak kebenaran yang selama ini disembunyikan. Peristiwa kekerasan yang juga berakibat kematian pada Wahyu Hidayat pada tahun 2003 yang lalu diusut kembali. Sepuluh tersangka sudah diselidiki dan dinyatakan telah melakukan pembunuhan di kampus STPDN pada tahun 2003 lalu itu. Bagaimana keadaan mahasiswa yang sudah melakukan pembunuhan ini namun bisa melenggang setiap hari menjalani kehidupannya sebagai PNS di beberapa kantor pemerintah daerah. Apakah benar-benar jiwa mereka tidak terusik dengan penyiksaan dan kekerasan yang mereka lakukan ketika menjadi mahasiswa.

Ketika melihat penayangan peristiwa-peristiwa kekerasan yang berujung kepada kematian di IPDN di layar televisi, dan juga berita2 di media cetak, mengingatkan saya dengan sebuah novel bagus yang ditulis oleh Fyodor Dostoyevsky yang berjudul “Kejahatan dan hukuman”.
Fyodor Dostoyevsky adalah seorang penulis Rusia yang sejaman dengan Leo Tolstoy. Dalam novel Kejahatan dan Hukuman, digambarkan seorang tokoh utama novel yang melakukan pembunuhan bernama Rodion Raskolnikov, Fyodor Dostoyevsky menggambarkan dengan jelasnya bagaimana jiwa yang tertekan ketika terdorong untuk melakukan kejahatan dan keadaan jiwa setelah kejahatan itu dilakukan. Pasca pembunuhan yang dilakukan sang tokoh digambarkan dengan menelusuri pergumulan paling sengit di relung jiwa terdalam seorang anak manusia. Kepahitan hidup dan rasa was-was kalau-kalau perbuatannya sudah diketahui orang lain. Kesepian hati, karena pergumulan itu membuatnya kesulitan dalam bersosialisasi. Keangkuhan hidup…kemelaratan dan cinta…semua menjadi suatu perjalanan psikologis anak manusia yang sudah melakukan kejahatan.


Novel ini diakhiri dengan pengakuan sang tokoh akan pembunuhan yang sudah dilakukannya. Dibuang ke Siberia untuk menebus apa yang telah dilakukannya. Pengakuan dan penyesalan yang dilakukan si pembunuh membawanya ke dunia yang baru. Walaupun tujuh tahun lagi dia akan menghabiskan waktunya di Siberia, tetapi wajah yang tak berdaya sudah tampak bersinar dengan terbitnya masa depan baru, kebangkitan hidup baru.

Kekerasan yang terjadi di IPDN yang berujung pada kematian itu merupakan suatu hal yang perlu kita renungkan Bagaimanakah manusia yang dihasilkan oleh suatu proses belajar yang penuh kekerasan. APakah secara psikologi mereka berada di dalam ketakutan dan dendam, yang selalu ingin disalurkan? Kalau tidak bisa disalurkan kepada adik kelas, apakah ada kemungkinan kemarahan itu mereka curahkan ke hal-hal negatif lainnya. Tumbuh dalam ketakutan, kemarahan, dendam, dan juga kebencian tidak akan menghasilkan manusia yang memiliki nurani yang bisa bersuara.

Mengakui kesalahan adalah kunci untuk membuka keterikatan akan kebencian, ketakutan, dendam, dan sifat-sifat negatif lainnya. Bukan hanya untuk para pelaku kekerasan IPDN, tetapi semua umat manusia. Bukankah kita semua punya kejahatan yang menjadi rahasia kecil kita? Atau juga bisa menjadi suatu rahasia yang sangat besar. Sebelum hukuman itu datang, sebenarnya saat ini juga jiwa kita mengalami perjuangan dan ketidak tenangan yang jauh lebih berat daripada hukuman yang bisa diukurkan. Mengakui kesalahan adalah kunci bagi semua orang untuk mendapatkan pengampunan dan kebebasan.

Thursday, April 12, 2007

Kam kalak Karo si uga ?

Diskusi mengenai Karo memang suatu yang tidak ada habisnya. Semua tergelitik untuk memberikan pendapat, mungkin karena merasa eksistensinya sebagai orang Karo sedang dipertanyakan. Namun yang diam juga mungkin akan mencoba untuk berfikir tentang topik ini. Dalam diskusi dan mencoba menjelaskan Karo itu siapa, muncul juga pendapat yang memberikan karakteristik menjadi orang Karo. Hal ini seakan menjadi filter sehingga banyak manusia yang memiliki merga silima ini tereliminasi sebagai orang Karo, karena tidak memenuhi
kriteria. Menjadi semakin lucu juga diskusi ketika tanggapan dilontarkan, "ada bagena kin maka kalak Karo..bandu saja Karondu ena. La pe jadi kalak Karo labo mate".

Jujur saja, saya ketawa-ketiwi sendiri membaca semua diskusi ini (tapi bukan mentertawakan dalam arti negatif loh..). Walaupun saya tidak memberikan komentar apa-apa mengenai topik diskusi ini. Tetapi hal ini telah mengajak saya untuk berpikir tentang "Enda Karo Ndai" (kayak tulisan di Kaos "Juma Cyber, www.permatagbkp. com")

Menjadi pengamat diskusi mengenai topik "Karo" ini dan tidak memberikan komentar bukan berarti diam tidak peduli. Saat ini saya ingin mencoba menuliskan apa yang saya pikirkan. Dari pada hanya berpikir dan berpikir, saya posisinya dimana tentang "Karo Enda Ndai"? Lebih baik mengakhiri berpikir dengan menuangkannya menjadi serentetan kalimat yang bisa mewakili apa yang ada di kepala. (Lagian Nom…emang kerjamu hanya berpikir tentang Karo).

Berbicara budaya, memang bukan kemampuan saya. Tetapi menuliskan apa yang ada di dalam pikiran saya mengenai budaya saya pikir sah-sah saja. Menuangkan pemikiran tentang budaya ini melalui serentetan
kata-kata yang akan membentuk kalimat yang gak jelas dari pikiran yang kurang jelas juga tentang budaya. Tapi itu lebih baik daripada berdiam diri. Siapa tahu setelah dimuntahkan ke dalam kalimat, sedikit akan menolong saya memahami budaya itu.
Budaya dapat dipandang dalam dua segi. Budaya yang ada di dalam suatu komunitas (misal masyarakat Karo) dan juga budaya hidup individu (misal Nomi br Sinulingga yang orang Karo). Tentunya ketika kita berbicara budaya secara komunitas maka hal ini bisa menjadi bagian dari budaya individu. Namun ketika kita melihat budaya hidup beberapa individu dari komunitas yang sama dan menariknya menjadi budaya sebuah komunitas, tentunya ini belum tentu benar. Bahkan lebih sering jadi rancu dan banyak pertentangan daripada diterima dengan mudah.

Budaya komunitas adalah misalnya budaya Karo. Dalam pikiran saya yang sempit ini saya sering sekali melihat budaya suatu komunitas dari tarian daerah, nyanyian daerah, rumah adat, pakaian adat, dan acara-acara adat lainya . Bagaimana adatnya kalau ada orang Karo yang meninggal. Bagaimana adat dalam pernikahan, dan banyak lagi adat budaya dalam komunitas yang berlaku kepada banyak orang (masyarakatnya) . Namun adat ini juga semakin fleksibel dengan majunya zaman. Dalam menilai adat budaya pada saat ini kadang dipilah-pilah juga, ada hal-hal yang esensi dan tidak bisa dihindari, tetapi sering juga ada hal-hal yang dikompromikan untuk
dieliminasi ketika kita melakukan kegiatan adat tersebut. Ini adalah perjalanan kehidupan masyarakat Karo yang tidak bisa dihindari ketika kita menyadari diri kita adalah orang Karo (kecuali kalau gak sadar..ya, banci kange siban saja uga ukurta meriah..me bage :) ). Sebagai orang Karo namun kita menghindari aturan adat istiadat dan
budaya Karo, mungkin kita akan dicap tidak beradat.

Tetapi ketika kita berbicara mengenai budaya hidup secara individu, tentu sekali budaya komunitas (budaya Karo) dimana kita bagian didalamnya mempengaruhi perjalanan hidup individu. Namun seorang orang Karo memiliki proses hidup dan pengalaman yang berbeda satu dengan yang lain. Tentunya hal ini mempengaruhi budaya hidupnya secara pribadi. Orang Karo yang lahir dari ayah dan ibu orang Karo di Eropa tentu memiliki kehidupan dan budaya yang berbeda dengan orang Karo yang lahir di Lingga, apalagi kalau dia sampai menutup usia tetap di Lingga. Namun keduanya akan tetap sama-sama orang Karo.

Saat ini tidak ada budaya yang murni. Tapi bisa juga disebut, semua budaya murni (nah loh..aku jadi bingung sendiri). Berbicara budaya adalah berarti berbicara kehidupan. Setiap kehidupan adalah murni dan memang tidak bisa dipaksanakan agar semua orang benar2 memiliki pengalaman hidup yang sama. Toh dari sononya dah beda
kan.. Dalam pemikiran yang sempit dan terbatas ini, saya tahu saya orang Karo murni, lahir dari keluarga Karo. Bapak Merga Sinulingga dan Mamak beru Ginting Manik. Saya orang Karo asli, walaupun saya kurang
pandai dalam bertutur, tidak jago landek, dan juga tidak mengerti adat istiadat orang Karo. Namun kemanapun saya pergi saya akan tetap orang Karo bahkan ketika mati nanti dan orang mengingat saya maka saya adalah orang Karo. Tetapi berbicara budaya, pemikiran dan juga nilai-nilai yang saya hidupi secara pribadi, saya tahu bahwa budaya, nilai-nilai dasar dalam hidup saya adalah nilai-nilai budaya Karo. Dalam keterbatasan saya juga saya hanya berani menyebutkan bahwa hidup saya ini adalah pengaruh dari banyak budaya, banyak nilai-nilai dan juga banyak pemikiran. Hal ini tentunya saya dapat dari pengalaman hidup, yang mungkin hanya 60%
perjalanannya saya alami di Tanah Karo dan sisanya di tempat lain, dari buku-buku yang ditulis oleh berbagai penulis yang hadir dari abad-abad yang berbeda dan berbagai tempat di seluruh dunia ini. Semua ini tentunya mempengaruhi seorang individu, mempengaruhi nilai- nilai kehidupan yang diyakini dan juga cara berfikir menilai
kehidupan ini.

Budaya itu berubah dan sangat mudah dipengaruhi dan mempengaruhi. Semua budaya itu murni. Hanya saja ketika kita mengacu ke satu budaya pada waktu tertentu dan menyebutkan itu yang murni, dan kita ingin kembali ke budaya yang sudah berlalu itu. Tentunya hal ini akan memaku kita pada suatu era, dan tentunya ini tidak baik untuk era globalisasi ini. Bukan berarti saya tidak setuju belajar tentang kebudayan nenek moyang. Jujur saja, saya setuju sekali untuk belajar dari masa lalu, mengambil nilai-nilai di dalamnya dan tentunya ini akan mempengaruhi kita memandang ke depan. Toh kehidupan selalu melaju ke depan. Jadi penting banget menoleh ke belakang untuk memperjelas yang di depan.

Kita hidup bermasyarakat dengan suku bangsa yang lain, dan budaya manusia yang variatif ini bersinggungan. Nilai-nilai kehidupan juga saling mempengaruhi dan juga pemikiran sering dipertentangkan sehingga dari pemikiran yang macam-macam selalu lahir pemikiran baru. Inilah hidup, semua dinamis dan tidak berhenti berubah. Seorang individu yang menjadi bagian dari suatu komunitas tentunya, kehidupannya dipengaruhi inter-budaya, inter-nilai dan inter-pemikiran tanpa menghilangkan budaya yang dia punya yang sudah
dibawa dari sononya.

Hidup (budaya) memang sering sekali sulit dipahami, ketika kita berada di ujung suatu pemikiran dan mengatakan bahwa orang Karo berarti begini-begini dan begono mungkin tidak mendarat bagi orang
Karo itu sendiri. Tetapi ketika kita ingin menghindari ujung itu tapi lari ke ujung yang satu lainnya dan bilang bahwa "la pe jadi kalak Karo labo mate..(punten bang Ajarta)" bukankah sama saja dengan sikap yang pertama? Mencoba berpikir ditengah-tengah, mungkin akan menolong melihat budaya ini secara lebih objektif. Memberikan sedikit hikmat dalam memandang budaya hidup yang selalu kita hidupi namun terus berubah ini.

Sunday, April 08, 2007

Selamat Paskah

Selamat Paskah..

Kristus telah bangkit dan menang dari kuasa maut. Kebangkitan Kristus membuat iman percaya kita menjadi berarti. Bersama Kristus, orang-orang percaya juga menjadi pemenang dalam hidup ini dan juga akan mendapatkan janji Allah, hidup yang kekal.

Tuhan Memberkati Kita Semua..

Friday, April 06, 2007

Golgota bertanya

Dalam hening aku mengingat Tuhanku...
Duduk di bangku gereja yang keras
Anggur dan roti ada di tangan
Semua ini untuk mengingat kematiannya

Ribuan tahun yang lalu
di atas kayu salib yang berdiri angkuh
Tuhanku tergantung dengan mahkota duri
Tubuhnya terkulai, tenggorokan kering
Dengan suara yang tersendat, Ia mengerang "aku haus"

Dosaku yang mengantarnya ke salib
Untukku Dia menderita...lagi dan lagi
Berkali-kali Ia aku salibkan
Tuhanku menjerit....Dia ditikam
Lukanya menganga dan perih
Darah yang mengering
Ujung paku yang menghancurkan kulitnya
Udara yang kering dan panas yang membakarnya

Golgota...memberikan tanya
Saat ini masih adakah kasih yang menyentuh bumi?
MAsih adakah damai merajut waktu?
Masih adakah cinta menghangatkan hati?

waktu berjalan dan aku melihat kehidupan bergerak terseok
Dunia semakin angkuh dalam kesesatannya
Manusia menatap hidup tanpa arah
Kemiskinan, kejahatan dan penderitaan merajalela
Dosa membelenggu kami...

Tuhan semua sudah Engkau selesaikan,
Engkau memanggil kami untuk membawa damaiMu..
Di bangku gereja yang keras, Engkau bertanya
Aku sudah mati untukmu..apakah engkau mau hidup untukKu?

Tuesday, April 03, 2007

Apa yang harus aku lakukan?

Berada di tengah-tengah PERMATA Pusat, bukan hal yang mudah. Tim yang berjalan masing-masing, yang sebenarnya lebih baik tidak disebut sebuah tim. MEnjadi bagiannya membutuhkan motivasi yang beasr dengan Visi pribadi yang sangat jelas yang sesuai dengan Visi PERMATA. NAmun bagaimana Visi bisa sesuai Visi secara tim juga tidak jelas.
Kelompok PP yang kadang tidak terasa ada spitir dalam timnya. Terkadang membuat semuanya berjalan apa adanya. BAgiku bahkan seperti sedang berada dalam kelompok yang tidak bernyawa. Apakah aku yang salah? dengan bertanya mengapa aku tidak menjadi pengaruh bagi yang lain dan menularkan spirit yang aku miliki. Kadang dalam hati terbersit jawaban..aku bukan pahlawan. Apakah yang lain juga mencoba memaksimalkan kekuatan tim ini.
Sebagai pendatang baru dan bukan hanya beradaptasi dengan tim ini, aku juga harus berjuang dengan lingkungan yang baru dan berjuang mendapatkan pekerjaan di kota yang baru aku datangi ini. Kadang semua pemikiran ini menekan aku. Apalagi dengan usia tim yang baru hitungan bulan, mungkin hanya masih menjalani 15% dari perjalanannya selama empat tahun ini. Namun teman-teman yang lain, seorang sudah mengundurkan diri. Tiga orang sudah menikah, dua diantaranya bagiku adalah info pernikahan yang mengejutkan. Memang menikah tidak salah, bahkan bisa benget memberikan kekuatan dan dukungan dalam pelayanan. Tapi aku ragu dengan ketiga temanku ini. Mudah-mudahan keraguanku akan salah total.
Usia tim yang masih seumur jagung ini, yang menurutku pada tahun awal ini seharusnya sedang memperkuat timnya, saling mengenal dan juga saling memahami kekuatan dan kelemahan teman-teman. Namun kadang aku sangat sedih karena keinginan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan teman yang lain tidak ada aku temukan.Ataukah karena aku orang baru yang memang belum mengenal secara lebih dalam seorangpun dari teman-teman PP ini sedangkan mereka semua sudah saling mengenal?
Kadang aku bosan...dan kebosanan ini menjadi akar kekacauan dalam melihat Visi Hidupku sendiri. Masasih mewujudkan Visi hidup sendiri sangat dipengaruhi oleh orang lain. Bukankah tantangan dalam perjalanan hidup ini akan selalu hadir untuk mempertajam Visi itu sendiri? Seharusnya aku tidak bosan, tapi melihat semua yang dihadapan sebagai tantangan yang seharusnya aku hadapi dan muncul sebagai pemenang. Tapi ada kalanya..semua begitu dingin bahkan spirit untuk menjadi pemenangpun menjadi beku. Saat-saat seperti inilah yang membuat tindakan tanpa arah dan aku tahu kalau aku kacau dan Visipun menjadi kabur.

Akhirnya dari kebosanan ini, aku hanya bisa bertanya kepada diriku..apa yang seharusnya aku lakukan? Yang harus aku lakukan untuk mewujudkan kebenaran yang Allah inginkan dalam hidupku. Dan semakin menuju apa yang Dia inginkan sejak awal dalam pembentukanku. Bukan bertanya, apa yang aku ketahui mengenai kebenaran, mengenai sebuah tim yang baik, mengenai kepemimpinan atau bagaimana wawasanku tentang pelayanan pemuda.
Apa yang harus aku lakukan saat ini?

Monday, April 02, 2007

Sipiso-piso


Foto ini diambil dua tahun yang lalu.
Waktu itu lagi liburan dari Bandung ke Kabanjahe..sekalian jalan ke air terjun sipiso-piso. Sekarang sudah selalu bolak-balik Medan-Kabanjahe malah gak sempat lagi jalan ke air terjun si Piso-Piso. Memang gitu kali yah...kalau masih jauh disempatkan untuk datang. Giliran sudah tinggal dekat, karena dekatnya jadi gak dikunjungi lagi :)