Monday, February 25, 2008

Kristen Palsu atau Sejati? Ayo koreksi diri…

Tadi pagi, sedikit waktu aku gunakan membaca buku rohani. Bagian buku itu sangat menyentuh aku dan membuat aku ingin koreksi diri. Karena jujur saja, membaca lembar demi lembar sepertinya membukakan aku betapa banyaknya kepalsuan dalam kekristenanku. Ini dibawah aku bagikan kutipan dari isi buku itu...siapa tahu teman2 bisa diberkati.


*****************

Perasaan yakin sudah diselamatkan bukanlah bukti bahwa dia telah diselamatkan. Seseorang bisa sangat bisa meyakini kepastian keselamatannya, sementara tetap belum diselamatkan. Ia mungkin telah menjadi sedemikian yakin sehingga ia tidak lagi dapat menemukan alasan untuk menguji realitas imannya. Ia mungkin meremehkan orang yang menyatakan kemungkinan ia belum diseamatkan. Meski demikian, tak satupun di antaranya dapat membuktikan keberadaannya sebagai orang Kristen yang sejati.

Faktanya, keyakinan yang penuh kesombongan ini, yang senantiasa menonjolkan keberadaannya, sama sekali tidak tampak sebagai kepastian Kristen yang sejati. Keyakinan keselamatan Kristen diwarnai dengan kerendahan hati, bukan dengan kecongkakan.

Hati orang-orang yang belum diselamatkan itu buta, menipu dan egois. Tidak heran jika mereka memandang tinggi terhadap diri sendiri. Dan jika iblis memanipulasi hasrat berdosa mereka dengan penghiburan dan sukacita palsu, maka tidak heran jika orang-orang yang belum bertobat itu memiliki kepastian keselamatan yang kuat namun palsu.

(i) Orang Kristen palsu tidak sungguh-sungguh memikirkan tujuan abadinya dan signifikansi membangun pada dasar yang benar. Sebaliknya, orang percaya sejati itu rendah hati dan waspada; ia membayangkan betapa dahsyatnya bila kelak bertemu ALLAH, Sang Hakim yang MahaKudus itu. Keyakinan palsu tidak mengenal ini.

(ii) Seorang Kristen palsu tidak menyadari betapa buta dan licik hatinya. Kepastian yang palsu melahirkan suatu keyakinan yang besar terhadap opini-opininya sendiri. Sebaliknya, orang percaya sejati memiliki pandangan yang proporsional terhadap pengertiannya sendiri.

(iii) Iblis tidak menyerang keyakinan yang palsu. Ia menyerang keyakinan orang Kristen sejati, karena keyakinan yang sejati melahirkan kekudusan yang lebih besar. Sebaliknya, iblis sangat akrab dengan keyakinan palsu, karena ini menjadikan orang Kristen palsu sepenuhnya ada dalam cengkeraman tangannya.

(iv) Kepastian palsu membutakan seseorang akan dosanya. Orang Kristen palsu tampak bersih dan benar dalam penglihatannya sendiri. Sebaliknya, orang Kristen sejati mengenal hatinya sendiri; ia merasa dirinya adalah orang yang paling berdosa. Ia sering mempertanyakan apakah orang yang benar-benar telah diselamatkan dapat begitu berdosa seperti dirinya.

Ada dua macam orang Kristen palsu. Ada yang menganggap mereka Kristen semata-mata karena praktik eksternal moralitas dan agama mereka. Orang-orang ini biasanya tidak memahami doktrin pembenaran hanya oleh iman. Ada pula yang kepastian keselamatannya bersumber dari pengalaman religius yang palsu.

Orang Kristen palsu tipe kedua inilah yang lebih gawat keberadaannya. Keyakinan mereka sering kali bersumber dari apa yang mereka anggap sebagai wahyu. Mereka menyebut wahyu-wahyu ini sebagai ”kesaksian Roh.” Mereka mengalami penglihatan dan muzizat; mereka mungkin menyatakan bahwa Roh Allah telah mewahyukan hal-hal mengenai masa depan kepada mereka. Tidak mengherankan jika orang yang mendapat pengalaman-pengalaman semacam ini juga mendapat penglihatan dan muzizat tentang keselamatan mereka melahirkan keyakinan mutlak. (Kutipan Buku Pengalaman Rohani Sejati hal 55-56).

Buku Bagus ini ditulis oleh Jonathan Edwards (1703-1758), seorang theolog besar Amerika.

Wednesday, February 13, 2008

Minggu tanggal 27 Januari yll. Khotbah kebaktian Minggu tentang kisah Elisa membangkitkan anak orang kaya dari Sunem. Di awal khotbah disampaikan bahwa anak yang dibangkitkan adalah anak perempuan. Dalam hati aku mengoreksi, anak laki-laki. Aku pikir sang vikaris silap mengatakan anak perempuan padahal seharusnya anak laki-laki. Kemudian berjalannya waktu, si pengkhotbah masih mengatakan anak perempuan, sehingga aku tergerak melihat Alkitab sendiri. Benar, tertera disana bahwa yang dibangkitkan anak laki-laki. Sayangnya, sampai khotbah usai..anak laki-lakilah yang dikhotbahkan belum juga terucap.

Kemudian dalam kebaktian itu aku alihkan pandangan ke semua yang hadir beribadah sambil tetap mencoba mendengar khotbah itu. Aku hitung jemaat yang hadir ada 29 orang termasuk yang berkhotbah. Saat itu kami 8 orang pengurus PERMATA pusat juga termasuk didalam 29 orang itu. Gedung gereja itu kecil, dan sisa hiasan natal masih bergantungan di langit-langitnya. Aku hitung bangku yang ada, dan kalau semua penuh maka muat juga 80 orang di dalamnya. Di dekat mimbar, seekor anjing tertidur sambil sekali-kali mengibaskan ekornya. Aku tidak tahu, apakah anjing itu adalah anjing si pengkhotbah atau salah satu jemaat yang sedang bergereja. Namun Anjing itu tidak berkeliaran dan mengganggu, aku tidak tahu apakah khobah yang disampaikan yang membuat dia tenang atau setengah ngantuk.

Jendela dan pintu-pintu terbuka, dan sambil mendengarkan khotbah bisa juga sambil mengalihkan pandangan keluar dari ibadah yang sedang berlangsung. Dalam kesesatanku mengikuti ibadah Minggu, aku melihat gereja itu sangat unik. Unik sekali malah. Aku bersyukur bisa melihat gambaran gereja kita GBKP yang mungkin banyak seperti itu di desa-desa tanah Karo. Berbeda sekali dengan gereja yang ada di kota yang juga sudah dilengkapi peralatan multimedia dan peralatan musik yang lengkap.

Berada di gereja itu menjadi kesempatan istimewa bagiku. Kami membawa kibod karena ingin menaikkan pujian kepada TUHAN. Bahkan kami juga sudah ingin melayani supaya mengiringi pujian dan menawarkan main musik dan juga jadi song leader. Tapi tidak memungkinkan karena listrik padam dan tidak ada persediaan genset. Memang wajar juga gereja itu tidak perlu genset, toh tidak ada listrik juga khotbah tetap kok terdengar. Semua disana hanya 29 orang, namun ada 30 bersama Anjing yang tiduran di kaki mimbar.

Aku tersenyum sendiri mengingat diriku yang sering sekali seperti orang Parisi ini. Mengamati sebanyak mungkin yang ada disekitar, namun aku juga sebenarnya keluar dari dalam ibadah itu. Bukankah juga ketika aku saat teduh dipagi hari, pikiran juga sering keluar dari saat teduh itu? Aku beribadah tapi aku tidak ibadah. Sering sekali aku berteriak kepada Tuhan tapi ketika Dia menjawab , aku sudah menyibukkan diri dengan dunia ini.

Tapi yang pasti, aku tidak selalu menjadi pengamat dalam kebaktian Minggu. Memang kondisi saat itu sangat unik bagiku, semua tenang dan tidak ada keterburu-buruan, serta pengkhotbah yang grogi sehingga terlupa kalau anak yang dibangkitkan adalah laki-laki bukan perempuan. Bagaimanakah dengan jemaat yang mendengar khotbah itu? Bukankah mereka tidak cek Alkitab mengenai fakta yang dikhotbahkan? Aku tidak tahu, yang aku ingat saat itu...kalau aku memiliki kesempatan berbicara, aku akan memberikan fakta yang benar.

Bagaimana dengan ibadah saudara?