Sunday, August 27, 2006

Memperindah hari

Di bukit Soeharto. Dibalik bukit ini terdapat pantai dengan hamparan pasir putih yang indah. Airnya masih bersih banget, dan juga sejauh mata memandang perbukitan yang gersang dan berbatu-batu. Tapi sangat indah sekali karena terasa begitu dekat ke langit biru.

Ceritanya, minta difoto ma Ika waktu berjalan di pantai Indra Patra...jadi pengennya di foto dapet jejak langkah aku. HAsilnya seperti itu. Mudah2an tar jadi lebih bagus ngambilnya ya ka :)

Foto ini diambil di Lokme, waktu survey ma Roni. Pantai lokme ini juga bagus buat snoorkling loh...soalnya berkarang. Aku sudah beli snoorkle waktu ke Bandung, siapa yang mau nganterin aku ke Lokme?hiks..hiks... kok aku gak bisa pake motor sampe sekarang ya? dah trauma duluan karena pake acara jemping ke trotoar sih kemarin.


Foto2 ini diambil pake kamera labtop di Ciwalk. Merry, mbak DIna dan Nomi ketemuan di Bakso MAlang Karapitan Ciwalk sebelum aku ke Banda Aceh. Tetap semangat berkarya di ITHB ya pren...

Saturday, August 26, 2006

Hmmm...perjalanan

Sudah dua hari berada di Banda Aceh setelah balik dari Bandung. Delapan hari di BAndung menjadi hari-hari yang berjalan dengan cepat dengan pertemuan-pertemuan yang banyak dengan teman-teman di STT Telkom (Astrid dan Lucky), teman Permata, Mahanaim, teman ITHB dan teman di STTB. Wisuda di STTB adalah tujuan utama yang berlalu dalam waktu 3 jam, dan selebihnya bersenang-senang yang menyegarkan pikiran namun membuat badan lelah.

Waktu yang dilalui bersama dengan teman-teman yang sudah beberapa waktu tidak bertemu memberikan pelajaran yang banyak mengenai pembentukan Tuhan. Ketika bertemu dengan mbak Dina (ITHB), suatu yang indah bisa saling berbagi dengan semua hal yang masih mampu kita bagikan. Bahkan sampai sibuk mencari-cari bagian apalagi dalam hidup yang bisa kita ceritakan, ketika nongkrong di Ohlala pada tanggal 17 agustus kemarin. Aku sangat senang dan bahkan sedikit iri melihat mbak Dina yang sekarang bisa bergabung dengan club fotografi di BAndung. Mbak Dina memang sudah lama ingin belajar fotografi, dan sekarang dia sudah mewarnai hari-hari liburnya dengan hunting foto dengan teman-teman club belajar foto itu. Semua yang dilakukan memang perlu menambah nilai dalam hidup ini, ya?

Ketemu Jimmi KEmbaren, membuat aku belajar banyak mengenai otoritas, ketundukan, dan banyak lagi. Jimmi memang selalu bisa melihat aku dengan lebih tajam dan objektif. Sampai pagi ini, aku masih ingat dan menyadarkan diriku jim, kalau pusat semesta ini adalah matahari. Aku hanya sosok kecil dan bukan apa-apa, yang sangat dikasihi Tuhan. Tuhan paling mengerti bagaimana membentuk aku, dan bukan rencanaku yang terpenting karena itu bisa mencelakakan aku.

Wisuda yang menjadi inti kedatangan ke Bandung dihadiri oleh adikku, Samuel. Irna ada acara ke Ciwidey dan Herna masih Ospek sehingga tidak bisa menghadiri acara wisudaku. Selain Samuel, adik-adik PA-ku (Susan dan Maria) teman serumah (Maya) dan Sahara juga hadir untuk mengikuti ibadah wisuda yang akan aku jalani. Bapak dan mamak memang tidak menghadiri wisudaku, dan menurutku juga tidak penting bangetlah wisuda ini untuk dihadiri orang tuaku.

Ketemu Astrid dan Lucky membuat aku berpikir banyak mengenai tujuan hidup ke depan. Sejak Sabtu pagi aku sudah bertemu Astrid. Jam 7.45 aku sudah berangkat naik travel Cipaganti dari BTC Bandung menuju Bekasi. Sabtu pagi itu aku bangun sudah jam 7 pagi, kepala masih sedikit pusing. Pulang wisuda malam tadi badanku sudah meriang, dan jam 1.30 tengah malam adikku Herna membangunkan aku dan menyiapkan obat untuk diminum karena badanku panas. Aku sangat terharu melihat tindakan adikku yang paling bontot ini. Pagi jam 6 dia sudah berangkat karena ospek saat aku masih tertidur. Janji ketemu Astrid di Bekasi jam 10 membuat aku dalam keadaan setengah bangun ke kamar mandi, sikat gigi dan membasuh muka. Mandi bukan pilihan yang tepat karena rasanya dingin banget dan aku dikejar waktu untuk segera berangkat supaya bisa tidak ketinggalan travel Cipaganti. Puji Tuhan, 5 menit sebelum 7.45 aku sudah sampai di BTC, dan bisa ikut travel yang menuju Bekasi.

Ketika jalan ke Ancol bersama keluarga Astrid, kenangan kuliah di STTTelkom dulu sepertinya kembali diputar di depan pelupuk mata. Astrid adalah sahabatku di STTTelkom dan kami sudah dekat sejak ospek. Kemungkinan besar semua orang tahu kalau kami memang teman dekat, karena kami selalu bareng. Bahkan sekalipun kami tidak satu kelas waktu kuliah, namun kami sering saling menunggu sebelum pulang ke kos yang berada di belakang kampus. Banyak hal indah yang bisa dikenang kalau bertemu dengan Astrid dan Lucky.

Sabtu malam aku dan Moyana mengunjungi Sri Julita. Sri Julita, sahabatku waktu SMA dan juga konco selama di Bandung sebelum dia menikah, akan sangat kusesali kalau tidak bertemu. Sri baru saja melahirkan anak laki-laki, dan aku juga ingin melihat keponakan kecil itu. Sampai jam 10 malam kami di rumah Sri di Narogong. Malam itu aku tidur di rumah kakak tengahku (persisi di atasku) di Bekasi. Sampai jam 1 malam kami ngobrol bertiga, aku ama kakak dan suaminya.

Minggu pagi aku tidak ke gereja, karena bangun sudah jam 8 pagi dan jam 12 aku sudah sampai di rumah Reine. Pertemuan di rumah Reine ini menjadi hal yang penting bagi kedatanganku ke Jakarta. Mungkin pertemuan ini akan menentukan banyak dalam jalan hidupku. Belajar bergantung kepada Tuhan, menyiapkan hati untuk rencana Tuhan menjadi sangat perlu aku ingat dan hidupi saat ini, karena aku tidak mau melangkah dengan pikiranku sendiri.
Minggu malam, Lucky menjemput aku dan Astrid di kosnya Astrid. Lucky sudah menikah dan anaknya sudah 10 bulan, laki-laki bernama Joe. Kita berempat, bersama dengan Joe, makan malam di Gading Batavia sambil mengenang semua kesulitan ketika kuliah, dan membicarakan keadaan sekarang yang sedang dilalui masing-masing. Persahabatan kita bertiga, bagiku adalah berkat banget. Selalu indah setiap ketemu.

Senin hari libur menjadi kesempatan yang berharga untuk tetap tinggal di Jakarta. Ketemu dengan Anne (adik PA-ku di STTTelkom) di ITC Cempaka Mas suatu yang sangat aku syukuri. Gak tahu kapan lagi bisa ketemu dengan Anne. Empat adik PA-ku di STTTelkom dulu (Anne, Desi, Corry dan Duma), boleh dikatakan Anne lah yang paling banyak sering ketemu denganku. Ketika yang lain lulus dan keluar dari Bandung, Anne masih bertahan dan melanjutkan studynya di Bandung. Kebersamaan kami di Bandung melanjutkan study membuat kami masih sering bertemu. Desi juga masih sering kontak. Dia kalau ada kesempatan ke Bandung pasti masih ketemuan ma Aku. Bahkan kalau dia ke Jakarta, dia juga akan sempatkan ke Bandung. Sekarang aku sudah di Banda, semoga kita secepatnya bisa ketemu lagi ya dek.

Selasa malam, gang Sempit menjadi tempat yang terbaik untuk ketemu dengan teman-teman Mahanaim dan juga sahabatku Juspia dan suaminya bang Daniel. Dua jam makan dan ngobrol rasanya kurang banget, namun pertemuan harus diakhiri karena aku belum beres-beres untuk keberangkatanku malam itu ke Jakarta naik travel yang jam 1 pagi untuk mengantarku ke Cengkareng. Jam 6 pagi besoknya aku akan terbang ke Medan dan meneruskan perjalanan ke Kabanjahe.

Rabu malam, masih ada pertemuan dengan teman-teman permata di Medan. Pertemuan ini juga penting bagiku dan juga akan mempengaruhi jalan hidupku. Aku senang banget bertemu dengan teman-teman yang baru kenal, tapi rasanya sudah kenal dari dulu. Memiliki pandangan yang mirip dan juga memiliki kerinduan akan perubahan yang sama. Kamis aku sudah kembali ke Banda dan langsung jam 14.00-15.00 mengajar di Bukit Soehato. Mengajar hari itu tentang mengenal diri, membuat aku merenungi pelajaranku sendiri dalam mengenali diriku.

Trima kasih Tuhan, untuk waktu sebentar aku bisa keluar dari Banda Aceh. Dari Bandung aku bisa melihat ke Banda dan memberikan penilaian dengan lebih okjektif mengenai semua yang terjadi di Banda. Aku melihat semakin luas dan kecilnya Banda dibandingkan dengan jalan panjang yang masih akan aku lalui.

Friday, August 18, 2006

Perjalanan Panjang

Ada truk terbalik di Sembahe, membuat perjalanan dari Kabanjahe ke Medan semakin tidak jelas kapan sampainya. Selasa, 14 Agustus 2006 yang lalu jam 3.30 sore aku sudah berangkat dari Kabanjahe menuju Medan. Menurut rencana akan sampai di Medan paling lambat jam 5.30 dan akan ketemuan dengan Kak Nani Tarigan dan Nita Tarigan sebelum terbang ke Jakarta naik pesawat pukul 9.30.
Sudah pukul 5 sore dan mobil mulai merayap di sekitar Bandar BAru. Banyak mobil yang menuju Medan mutar dan kembali ke Kabanjahe, mungkin mereka membatalkan niatnya meneruskan perjalanan menuju Medan. Jalan lain menuju Medan memang sudah tidak ada kecuali kembali ke Kabanjahe dan ambil jalan lewat Pematang Siantar, dan ini tentu jauh sekali.
Sudah mulai merasa gerah dan capek duduk tanpa berbuat apa-apa, aku putuskan untuk turun mobil karena sudah banyak orang yang berjalan kaki dan juga nongkrong di dekat trotoar. "Berapa jauhnya truk yang terbalik dari sini Pak?"tanyaku kepada seorang Bapak yang berdiri dekat trotoar dan sedang mencoba menatap sejauh bisa yang dilihatnya antrian mobil yang tidak bisa bergerak lagi. "Sekitar 4 Km dari sini", jawabnya dengan tetap melihat sejauh dia mampu.
Mobil diam tidak bergerak lagi seperti ular besar mengikuti bentuk jalanan yang menikung dan semakin menurun. Jalan menuju Sembahe itu memang banyak tikungan tajam dan juga menurun kalau dari Kabanjahe menuju Medan. Aku mencoba menikmati kejadian itu dengan mengamati semua orang yang mulai lalu lalang, keluar mobil dan duduk di jalan. Banyak hal yang dilakukan orang-orang untuk membunuh rasa bosannya. Kaset miniDV handycamp masih ada sisa sekitar 5 menit. Aku rekam kemacetan yang ada selama 5 menit, dan itu sesuatu yang menyenangkan ketika sampai Bandung aku putar dan lihat kejadian dan prilaku orang-orang di jalanan itu.
Selesai merekam dan kaset sudah penuh, kekuatiran mulai menyerangku. Tidak mungkin hanya duduk-duduk saja dan melihat-melihat kemacetan karena aku harus mengejar pesawat. Yup..aku putuskan jalan saja, karena kalau tidak melakukan apa-apa, kemungkinan hanya menunggu terjadi sesuatu yang baik, dan ini bisa banget tidak tepat waktunya kebaikan yang datang itu untukku. Tapi kalau aku melakukan sesuatu, itu artinya aku menjemput sesuatu yang baik, walaupun aku tidak tahu waktunya akan tepat atau tidak. Saat itu bagiku lebih baik melakukan sesuatu daripada diam saja ditempat. Walaupun aku nanti ketinggalan pesawat, yang penting aku sudah berjuang pikirku.
Aku turunkan tasku, syukur banget aku bawa traveling bag sehingga mudah menariknya. Aku mulai berjalan, baru juga dibelokan pertama aku melihat Eddy Surbakti (Radio Karo akses global) yang sedang berdiri diluar mobilnya dan ternyata juga terjebak macet. "Hari ini balik ke Bandung kan? Pesawat jam berapa?" "Iya dy, tar pesawat jam 9.30 malam, masih bisa sampai di Polonia tepat waktu. Aku duluan ya Dy", teriakku sambil tetap berjalan.
Kaki semakin lelah, aku coba berjalan dengan telanjang kaki. Baru beberapa saat, aku putuskan tetap jalan pake sandal, karena kerikil yang ada dijalanan lebih menyakiti kakiku. Sampai juga dilokasi truk jatuh, dan baru saja selesai ditarik. Polisi banyak mengatur jalanan, yang sebenarnya membuat jalanan semakin sesak juga dengan mobil Polisi yang parkir disebelah kanan.
Masalah truk yang terbalik sudah selesai, tapi masalah kemacetan masih persoalan karena sudah berkilometer mobil diam tak bisa bergerak, dan jalanan yang dua jalur bolak-balik itu sudah diisi dua jalur ke arah yang sama dengan mobil yang diam membisu.
Menyeberangi lokasi kejadian dan melanjutkan jalan menjadi keputusan yang terbaik. Terus aku tarik tasku, dan berjalan sampai lokasi kejadian tidak terlihat lagi dibalik belokan. Jam sudah menunjukkan pukul 7mlm dan kegelapan juga mulai menyelimuti jalanan yang dilalui. Tanpa ragu, aku mencoba menyetop mobil yang berbalik menuju Medan, siapa tahu ada yang bermurah hati menolong aku. Mobil polisi lwat dekatku, aku mencoba menyetopnya, "pak saya boleh numpang sampai Medan gak? Saya mengejar pesawat". Dalam iba, polisi itu memberhentikan mobilnya, membuka pintunya, dan hatiku bersorak. "Mobil ini tidak muat untuk barang-barang". "Tas ini biar saya pangku pak". Tiba-tiba seorang bapak menyalip aku dan masuk ke dalam mobil polisi itu. Aku hanya bisa diam dan berdoa, dan melanjutkan berjalan sambil menarik tasku.
Baru bergerak 10 meter, mobil polisi itu terjebak macet dan sulit melanjutkan perjalanan. Aku bersyukur gak jadi naik mobil polisi itu dan semakin berharap pertolongan dari Tuhan saja.

Semakin malam dan lelah, aku terus berjalan dan bertemu dengan SInabung Jaya yang datang dari Medan menuju Kabanjahe. Penumpangnya semua sudah turun dan memutuskan untuk berjalan. Sinabung Jaya itu akan berbalik kembali ke Medan dan tidak melanjutkan perjalanan ke Kabanjahe. Aku ikut bus itu ke Medan. Dalam duduk dengan diam dan lelah, aku berdoa supaya Tuhan menyertai perjalananku.
Puji Tuhan, jam 9 malam aku sudah sampai Polonia dan langsung boarding pass. Pesawat berangkat jam 10 malam. Dalam pesawat, aku mengucap syukur kepada Tuhan karena tidak ketinggalan pesawat. Aku terlelap dalam tidur sepanjang perjalanan di udara, dan bangun ketika pesawat akan landing di bandara Soekarno Hatta. Jam sudah pukul 00.30 ketika barang yang di bagasi sudah aku ambil. Abang iparku yang seharusnya menjemput mengirim sms kalau tidak bisa jemput dan aku naik taksi aja ke rumah mereka.
Dalam syukur dan berdoa supaya Tuhan menyertai perjalanan taksi ke rumah kakak, kantukku semakin menjauh. Sampai di rumah kakak, aku langsung pengen makan nasi. Bapak nelpon waktu aku makan, Bapak menanyakan apakah aku sudah sampai di rumah ke kakak tua.
Aku tidur pukul 2.30, setelah bersih-bersih diri biar bisa tidur dengan enak. Supaya bisa punya kekuatan untuk melanjutkan perjalanan menuju Bandung ketika matahari mulai muncul. Karena paling lambat hari itu jam 2 siang aku harus sampai di Kampus di Bandung.

Tuhan, terima kasih untuk perjalanan panjang yang membuatku hanya bisa mengucap syukur padaMU

Friday, August 04, 2006

Indahnya perjalanan Kabanjahe Medan


Perjalanan Kabanjahe ke Medan suatu rute yang sangat memberikan warna tersendiri. Mulai dari kesibukan di terminal Kabanjahe dengan orang-orang (kernet) yang suka teriak-teriak dan asal ambil barang penumpang. Mereka memang memiliki sistem sendiri di terminal ini, dan ada tiga merk bus (Borneo, Sutra dan Sinabung Jaya) yang berlomba berebut penumpang.
Duduk di pinggir dengan kaca sedikit terbuka, akan membuat kulit terasa dingin dengan angin yang kencang masuk berlomba ke dalam mobil. Bus yang meraung-raung bersomba dengan mobil yang melaju di jalanan, membuat sangat sulit mendengar suara sendiri ketika bicara.
Jalan raya menjelang Berastagi dari Kabanjahe suatu pemandangan yang menarik. Di pinggir jalan di halaman rumah penduduk bermekaran bunga-bunga indah yang ditanam berbaris-baris. Diikatkan tali memanjang untuk memagari tanaman bunga tersebut. Selain bunga-bunga, sayur-sayuran juga menghiasi halaman rumah penduduk. Mulai dari daun bawang, daun sup, dan juga sayur-sayuran yang lain.
Tanah Karo secara umum juga penghasil buah yang baik. Tanah yang subur dengan udara yang sejuk (mirip Lembang, Jawa Barat). Mulai dari buah Tomat, Cabe (batang muda) sampai ke buah-buahan berpohon tua seperti jeruk, markisa, terung jepan (terung belanda) dan banyak lagi.
Semua foto2 di atas, aku ambil ketika sedang menikmati perjalanan menuju Medan. Kesibukan kehidupan di jalan raya dan sekitarnya menjadi sesuatu yang menarik untuk diperhatikan dan direnungkan.