Tuesday, October 09, 2007

Semua ada alasan

Malam yang sudah turun menyelimuti bumi. Terang digantikan oleh cahaya lampu. Malam semakin temaram. Angin yang entah mau kemana membawa debu kota pergi. Semua ada alasannya. Ya…semua punya alasan.

Mengubah kebiasaan bukan sesuatu yang mudah. Keinginan selalu lebih besar dari kemampuan diri. Tapi bukan berarti tidak mencoba mengubah kebiasaan yang tidak baik, bukan? Seperti malam yang selalu hadir dengan banyak alasan, mungkin salah satunya supaya manusia beristirahat. Angin yang membawa pergi debu kota, apakah memiliki alasan juga?

Apakah alasan aku ada disini? Setidak-tidaknya, satu yang menjadi alasan sudah bisa aku wujudkan di antara banyak alasan yang lain.

Berada di satu tempat dan melakukan kegiatan tanpa mengetahui alasan dari semua. Mungkinkah akan bertahan lama? Sekalipun hidup tersembunyi dari keramaian jauh di dalam pedalaman, tetapi ketika alasan berada disana jelas. Bukankah kehidupan untuk alasan yang jelas di pedalaman akan terus berjalan?
Betapa naifnya hidup, ketika semua berjalan dan mengalir kemana hidup menginginkannya. Tanpa pernah memiliki alasan kenapa kehidupan seperti yang dijalani yang di pilih. Atau betapa naifnya aku, ketika menuliskan bahwa sangat naiflah hidup ketika dilalui tanpa alasan. Mungkinkah hanya alasan yang akan memberikan hidup pada hidup?

Aku punya teman yang aktif melayani anak jalanan. Apakah mereka disana untuk sebuah alasan? Aku tahu kalau temanku itu..IYA. tapi bagaimana dengan anak-anak jalanan itu? Temanku itu menuturkan pelayananya, bagi anak jalanan itu"ALASAN" mengapa mereka sampai hidup di jalanan lebih jelas daripada alasan untuk tetap menjalani hidup di jalanan. Sudah lama kejadiannya...dan yang pasti satu malam natal aku ikut kebaktian bersama diajak teman ku itu di rumah penampungan anak jalanan itu.

Ketika mereka hidup dalam komunitasnya, sebagian mungkin tidak tahu siapa orang tuanya. Kemudian tumbuh besar di jalanan. Mereka juga manusia yang memiliki kebutuhan biologis. Sering sekali anak jalanan itu melahirkan di luar nikah. Yah...bahkan kehidupan seksual mereka sangat bebas. Mungkin mengandung sejak sesudah mendapatkan haid yang pertama. Mereka terus menjalani hidup sampai waktunya tiba untuk melahirkan di jalanan. Anak itu kadang di pelihara, dan kadang ditinggal begitu saja di tempat sampah atau dimana saja, kadang bayinya di serahkan kepada orang-orang yang peduli dengan kehidupan jalanan.
Bayangkan anak yang sudah dilahirkan itu. Tidak pernah dia memilih untuk dilahirkan oleh seorang anak yang hidup di jalanan. Kemungkinan besar, anak itu akan hidup di jalan. Apakah dia selalu harus tahu alasan untuk dia hidup. Mungkin tidak, bukan? Dia hanya akan menjalani hidup bersama komunitasnya. Tumbuh menjadi pribadi yang tidak mengecap pendidikan, sejak mata melek sudah harus mencari uang untuk kelangsungan hidupnya. Mungkinkah ada pilihan dalam hidup orang-orang ini? Kita yang selalu mengagungkan bahwa ’hidup adalah pilihan’, apakah berlaku bagi mereka?

Kita yang tahu memilih ini, apakah jauh lebih baik daripada mereka yang tidak punya pilihan? Yang tidak bisa berteriak kepada keadaan. Rasa menerima yang dalam, menerima...ya menerima...mereka sangat memahami itu. Mulai dari menerima setiap receh yang dilemparkan kepada mereka. Saya pikir, mereka tidak pernah teriak, "Kalau mau memberi, yang sopan dong...!" kepada orang yang memberi kepada mereka. Mereka hanya tahu menerima semuanya besar kecil dan bagaimanapun cara orang memberi kepada. Dimana pilihan itu? Mungkinkah dunia mereka juga penuh pilihan yang berbeda dengan dunia sebagian orang yang juga penuh pilihan? Pilihan-pilihan yang berbeda bukan? Apakah mereka juga dihadapkan dengan pilihan ? Atau tidak ada pilihan sama sekali?

Pendidikan membuat mata semakin terbuka, pikiran semakin tahu hak namun sering sekali mengabaikan kewajiban. Dalam perenungan yang sering ditekan, kadang aku pikir...mungkinkah ketika pilihan menjadi tidak banyak, kehidupan ini akan semakin mudah? Mungkinkah menjadi pribadi yang hanya bisa menerima itu tanpa protes kadang lebih mulia ?

Apakah memang semua keberadaan dalam hidup ini harus ada alasannya? Ketika alasan menjadi kabur dan tujuan pun samar, apakah kehidupan akan berhenti. Bukankah kehidupan akan tetap melaju sekalipun kita tidak tahu kemana arah semuanya. Apakah ini hanya seperti persimpangan jalan di balik gunung dan sekalipun tujuan tidak kelihatan, itu hanya sebentar yang penting jalan masih jelas...dan lalui jalan yang benar itu maka akan sampai ke tujuan itu?

Berjalanlah di jalan yang benar, atau bisa dibilang apakah engkau masih beredar di orbitmu? Maka sekalipun masalah dalam hidup membuat engkau kehilangan alasan melakukan semuanya..namun yakinlah bahwa engkau akan sampai ke tujuan...karena tetap di jalan yang benar.

Hmmm....semua ada alasannya ada di bumi ini. Orang benar pasti tahu untuk apa dia ada. Tapi orang diluar DIA apakah tahu alasan dia ada ?

No comments: