Monday, May 21, 2007

Saat-saat akhir Tiganku sayang

Mata terpejam sudah lebih dua puluh empat jam, tepatnya saat ini sudah 26 jam. Napas dan denyut nadi masih bagus walaupun bernafas sedikit seperti ngorok. Mencoba berbisik, memanggil dan juga mencari perhatiannya namun dia tetap diam seperti orang yang sedang tertidur nyenyak diselingi dengkur.

Aku tekan ujung jempol kaki kirinya, senangnya karena dia merespon. Tadi suhu tubuhnya 38 derajat, aku disuruh untuk mengkompres nenek tigan tersayang ini.KEluarga yang sedang menjaga dan berkunjung ke rumah sakit tidak ada yang lepas membahas peristiwa 26 tahun yang silam. Dulu kejadiannya bulan April kata Bapak. Tapi yang dulu itu dia sangat gelisah sampai harus diikat di tempat tidur, tidak ada harapan kata dokter. Selama 4 hari dia tidak sadar namun dia gelisah, muzizat bagi keluarga dia sembuh dan tidak pernah sakit yang parah setelah 26 tahun ini. Kali ini, persis dengan masa 26 tahun yang lalu, dia terbaring tidak sadar. Bedanya adalah kali ini dia tenang sekali, bahkan rasanya dia seperti tidur pulas aja karena bunyi nafasnya itu. Mungkinkah dia sedang bermimpi indah...dan masih memungkinkankah dia sadar sebenar aja..

Aku tahu kalau nenek tigan mengalami pendarahan otak. Tapi aku sebel banget harus di rumah saat ini.Aku juga pengen berada di sana. Tapi gak papa kok, aku gak mau menambah beban bapak dan mamak saat ini.

Nenek Tigan adalah ibunya bapak. Anaknya hanya bapak seorang. Seluruh pertumbuhan kehidupan kami sampai kami satu persatu keluar dari rumah, sangat di pengaruhi wanita hebat ini. Dia selalu mendorong kami cucunya supaya rajin sekolah. Cucunya saat ini hanya aku seorang yang ada di rumah. Kemarin Karina, menanyakan bapak apakah dia cancel aja keberangkatannya ke papua dan bisa seminggu dia datang ke kabanjahe. Tapi bapak dan mamak tidak menyetujui karena mereka berfikir nenek Tigan akan segera baik-baik saja. Namun sore ini, dokter bilang kalau harapan tinggal 20% dan menyarankan untuk memberi tahu keluarga.

Kakak tua tadi hanya menanyakan apakah pendarahan otak nya luas apa tidak. Ketika aku balas smsnya, pendarahannya luas. Sampai saat ini, dia diam aja..atau dia menelpon bapak kali ya? Mencari keputusan terbaik untuknya mengambil sikap. KAkak tua adalah cucu kesayangan nenek tigan. Ini diketahui semua keluarga, mungkin karena cucu pertama kali ya?

Kak Liana baru aja nelpon, katanya mau nelpon lagi…kok gak nelpon juga kak? Mungkin dia kesulitan menghubungi aku, soalnya tadi dia bilang juga kok sulit menelpon mentariku, habisnya dicoba berkali2 berhasil baru yang tadi itu. Kak, mungkin rencana kakak pulang bulan juni tahun ini akan dipercepat dikit. Kata mereka nenek kita sudah tidak lama lagi untuk bertahan. Kakak pasti tahu lah...toh kalian semua profesinya disitu.

Saat ini sendiri di rumah, memang membingungkan apalagi orang yang terkasih sedang menjalani saat-saat kritisnya. Kayaknya waktu berjalan lambat banget bagiku. Sepinya rumah ini. Aku jadi ingat tadi sore, waktu balik dari rumah sakit ke rumah. Tetangga datang ke rumah, mau beli air. Kemudian menanyakan keadaan nenek Tigan. Ternyata mereka sangat merasa kehilangan karena seharian rumah kami tertutup dan mereka tidak bisa membeli air.

Nenek Tiganku beberapa tahun ini memang selalu di rumah. Dia berjalan sangat lambat dan pake tongkat, hal ini dikarenakan dia pernah mengalami struk 26 tahun yang lalu. Dia orangnya selalu sibuk, gak bisa diam. Kadang kita jengkel karena dia mau bergerak aja. Dia paling senang ngurusin air. Jadinya kami di rumah jualan air, biar Tigan punya kesibukan dan sekalian punya teman ngobrol. Sering sekali Tigan sendiri ditinggal di rumah. Biasanya pintu rumah selalu terbuka, dan dia duduk di pintu untuk mmengamati orang yang beli air. Menghitung berapa ember yang dibeli dan menagih bayarannya setelah itu. Kami pernah mentertawakan dia, karena dia membuat catatan penjualan air itu. Bukannya apa-apa, kami tertawa karena kagum ma dia. Saat ini usianya sudah 83 tahun.
Tadi sore, aku yang melayani orang2 yang beli air. Jujur saja, aku tidak menghitung dan juga tidak tahu harga air itu. Seorang ibu bilang, selama ini Tigan selalu ada kalau kami mau beli air. Susah juga kami kalau Tigan tidak ada, kata mereka.

Baru sehari nenek Tigan tidak di rumah, tapi mereka sudah kehilangan. Bahkan sudah merasa kesusahan kalau nenek Tigan gak ada.
Kami semua menyayangi Nenek Tigan...

2 comments:

Unknown said...

Tabah ya tur, kajdian yang kam alamai sudah lebih dulu kami rasakan juga, tahun 1997, kami kehilangan Nini Tigan juga, mamak dari Bapak. Khususnya aku tur, semasa kecil jadi kempu tersayang dari semua kempunya, memang terasa sangat kehilangan, tapi itu rencana Tuhan, kita hanya manusia laksana rumput kering yang tidak berdaya jika datang angin sepoi-sepoi sekalipun. Bujur.

Nomi br Sinulingga said...

bujur melala tur...
Tigan sudah dikubur Jumat, 25 Mei 07