Tuesday, June 24, 2008

Goni plastik besar itu sudah penuh. Sebuah goni plastik isi beras tiga puluh kilo juga sudah mulai penuh dengan sampah plastik yang masih bisa di daur ulang sehingga bisa dijual setelah dibersihkan.

Pagi itu, aku bingung melakukan apa di rumah. Dapur sudah diisi tiga orang untuk memasak, rasanya menawarkan bantuan juga hanya akan membuat sempit dapur dan memperlambat pekerjaan memasak pagi hari.

Aku memutuskan untuk jalan saja di seputar lingkungan rumah itu. Melihat ibu yang bekerja untuk mengumpulkan plastik itu membuatku tertarik. Sebenarnya ketika pandangan pertama, tutup kepalanya itulah yang menarik bagiku. DIa menggunakan kain panjang untuk menutupi kepalanya, dan modelnya itu seperti "tudung" perempuan karo kalau bekerja dan menghinadri panas terik matahari.

Aku tawarkan bantuan untuk mengumpulkan plastik yang berserakan, dengan berbahasa Karo. Ibu itu mengatakan kalau dia tidak mengerti bahsa Karo. Ups..saya pikir orang Karo, ternyata saya salah. Saya mengajaknya berbicara bahasa Indonesia.
Dia menunjukkan rumahnya diatas bukit itu sekitar dua ratus meter dari tempat kami bertemu. Dia mendorong plastik yang sangat besar itu sedangkan saya mengikutinya dari belakang dengan menyeret plastik yang lebih kecil.

Sudah sejak jam 5 pagi dia bangun dan mulai mengorek2 sampah yang ada di halaman rumah orang. Mengumpulkan setiap sisa yang masih bisa dijual. Saat sampai di rumah sudah jam 7 pagi. Pulang untuk masak, kata ibu yang berasal dari Balige ini. Ketika berjalan menuju rumahnya, aku menunggunya sebentar belanja kue-kue di warung. Ketika masuk diberanda rumahnya, disana ada 6 bungkus tumpukan plastik yang sudah dibersihkan dan siap untuk dijual katanya. Satu bungkusan itu sekitar 4 Kg.
Di dekat pintu depan, ada anjing yang sedang beranak, anaknya ada 4 orang. Ibu itu kaget waktu aku tanyakan umur...anak anjing yang lucu2 itu.

"Itu bukan anjing saya, anjing orang lain yang beranak disini. tadi pagi belum ada, sepertinya baru saja semua selesai dilahirkan." "Kayaknya rejeki ibu akan banyak, anjing tetangga saja melahirkan di rumah ibu." "Amin".

Tiga anaknya sudah berdesakan dimuka pintu ketika pintu terbuka. Aku diajak masuk. Rumah itu kecil, kamarnya dua. Selimut masih berantakan. Aku duduk dan disuguhi teh yang sudah dingin. Katanya dibuat tadi pagi ketika dia akan keluar rumah..untuk anak2nya. Dia marah2 sama anaknya yang tertua, karena tidak sekolah. Kata anak itu dia terlambat bangu7n. Sudah jam 7.30 pagi, sang ibu menyuruhnya tetap sekolah walaupun sudah terlambat. Salahnya sendiri kenapa tidur lagi padahal sebelum ibunya pergi dia sudah dibangunkan. Si anak menggeleng dan bilang gak mau. Si ibu mengancam, kalau sudah tidak mau sekolah dan malas...lebih baik berhenti saja. Tapi mau jadi apa kalau nanti sudah besar tanpa sekolah. Si ibu mengalihkan pandangan kepada dua anaknya yang lebih kecil. Dengan suara lantang dia menghardik mereka, mengapa tidak membangunkan abangnya dan mengingatkannya untuk sekolah.

Aku hanya diam dan melihat semua. Ibu itu kemudian duduk dan mengajak anaknya duduk di tikar dimana aku sudah lebih dulu duduk. Dia mengeluarkan kue yang dia beli di warung tadi. Memberikannya kepada anak-anaknya dan menawarkannya juga kepadaku. Aku menolaknya karena memang dari rumah tadi aku sudah minum teh manis. Ibu itu menceritakan kehidupannya kepadaku. Hatiku tertegun dengan ceritanya. Selesai masak dia akan kembali keluar rumah untuk mencari plastik. Sudah dua tahun katanya dia mencari plastik untuk dijual untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga nya.

"Suami ibu kerja dimana?" "Tidak bekerja. Dia struk jadi kerjanya hanya tidur saja". Jujur...aku jadi sedikit tersentuh dan bersyukur tadi bisa masuk ke rumah ini. Melihat satu potret keluarga yang ada di Batam ini. Dulu ceritanya ibu ini jualan bersama suaminya, namun karena sering digusur2 akhirnya tidak jualan lagi. Kemudian suaminya struk dan dia sendiri yang berjuang untuk mengumpulkan plastik2 itu mencari uang untuk melanjutkan kehidupan keluarga itu.

Pikiranku dimasuki oleh macam2 hal untuk melihat kehidupan keluarga itu. Aku mengingat betapa aku kurang bersyukur menjalani hidup ini. Aku merasa kurang melihat sekelilingku, begitu banyaknya bentuk kehidupan yang Tuhan ijinkan terjadi..dan banyak hal yang bisa kita pelajari dari sana.

"Ibu biasanya ke gereja mana?" "Sudah lama aku tidak ke gereja. Kadang sibuk mengurus anak-anak ini di pagi hari. Tapi sebenarnya itu bukan alasan. Kakiku berat sekali untuk dilangkahkan pergi ke gereja, " katanya.

saat itu aku berpikir, betapa beratnya beban keluarga ini. Siapakah yang menjadi teman baginya ketika mengalami hal-hal sulit itu. Suaminya sudah lama tiadk diobati lagi dan hanya terbaring di dalam kamar.

Aku enggan berlama2 di rumah itu...aku takut kalau ibu itu jadi terganggu untuk memulai memasak. "Saya pulang dulu aja ya Bu, mungkin ibu sudah mau memasak." "Kenapa buru2..sekali-sekali saja kita bisa ngobrol kan. Masak sebentar lagi juga bisa." "Aku menahan diri untuk beranjak. Mungkin ibu itu juga pengen curhat, aku pikir. Aku dengarkan keluhan2nya. Keluhan2 yang mungkin selalu memenuhi hati dan jiwanya, tapi tidak ada waktu untuk dikeluarkan. Dia membutuhkan telinga untuk mendengar.

Ketika dia cerita, anaknya menumpahkan asbak rokok yang berisi abu rokok. Aku bertanya refleks, "siapakah yang merokok ini bu?" Aku berpikir mungkin yang merokok ibu ini atau ada tamu kemarin yang datang dan sisa rokoknya belum dibuang.

"Suami saya, walaupun kerjanya hanya terbaring...sebungkus sehari saya harus beli rokok untuknya," katanya. Jujur aku kaget banget. Hanya saja karena kami duduk di depan kamar dimana suaminya terbaring...aku tidak bisa berkomentar apa2 selain diam mendengar perkataan ibu itu.

Perempuan yang hebat dengan perjuangannya setiap hari sejak jam 5 pagi. Mengumpulkan plastik demi kelangsungan hidup keluarga. Namun kadang semua yang dia jalani itu tidak masuk ke akal sehatku. Hmmm itulah salah satu bentuk kehidupan yang bisa aku lihat, ketika aku tiga malam ini tinggal di rumah Pdt. Dewi di Batam.

Batam, 24 Juni 08

No comments: