Tuesday, June 03, 2008

Bapak...

Udara dingin dan hujan gerimis yang sedang mengguyur bumi. Angin berhembus sepoi-sepoi terasa dalam lembut menyapa kulit. Senang banget bisa meninggalkan kota Medan yang panas dan sumpek. Ke Kabanjahe selalu menyenangkan.

Ke Kabanjahe dua pekan ini, sangat berbeda dengan biasanya. Mamak lagi di Jakarta, dan bapak seorang yang di rumah. Tahulah Bapak...bisa2 horden jendela pun tidak dibuka ketika pagi sudah datang. Hmmm...seminggu sekali ke rumah tidak akan membuatmu rela meninggalkan rumah tanpa mengepelnya.

Pisang yang minggu lalu ada di meja, sudah aku temukan mengering saat mengecek dapur. Bagaikan siang dan malam keadaan rumah ini ketika mamak ada di rumah dibanding tidak ada di rumah.

Tidak ada makanan di dapur, ikan yang sudah ditinggalkan mamak sebelum ke jakarta, sudah habis beberapa hari yang lalu. Jadinya bapak makan BKP sebelah rumah aja kali saban hari. Malam itu, aku masak indomie untuk makan malam ma Bapak. Hmmm...kayak anak kos aja kita di rumah ya, Pak ? hehe.

Satu yang paling lucu adalah, pagi itu ada yang bayar uang kontrakan rumah. Kata Bapak, sudah dua minggu ini baru ini yang bayar. Hampir semua penghuni kontrakan belakang rumah gak ada yang mau bayar kontrakan ke Bapak. Mereka takut Bapak lupa kalau mereka sudah bayar. Biasanya mamak punya catatan pembayaran kontrakan itu. Jadi yang membayar uang kontrakan itu memastikan supaya aku mencatatnya dan tar kalau mamak pulang di laporkan, katanya. Bapak sampai gak dipercaya gitu.

Bapak juga sih...kadang kurang peduli ma penghuni kontrakan itu. Pernah suatu hari di kedai kopi disebrang jalan depan rumah. Bapak lagi minum teh dan nongkrong disitu. Kemudian ada uga bapak yang masih usia 30an sedang nongkrong disitu. Mereka ngobrol dan kemudian Bapak menanyakan dimana dia tinggal. Teman ngobrol Bapak itu bilang, kalau dia tinggal di rumah kontrakan milik Bapak di belakang rumah kami. Coba, bapak sampai gak tahu siapa saja yang ngontrak disana...gimana mereka mau percaya membayar kontrakan mereka ke Bapak?

Ketika aku menyapu belakang, ada yang datang ke rumah. Aku memanggilnya bibi dan dia mengoreksi panggilanku. "Bukan bibi tapi mami!. "Ok, mami."

Selama mamak kalian ke Jakarta, kami sulit sekali kalau mau beli air. Air dari sumur bor itu gak enak untuk jadi air minum. Bapak kalian di kedai kopi terus...rumah jarang terbuka jadinya kami sulit mau beli air. Kami memang menjual air PAM ke penghuni kontrakan itu. "Kalau Bapak gak akan mau nungguin yang beli air lah mami, wong yang beli juga cuma 1000an, atau 2000an," kataku. "Iya, makanya Bapak kalian di kedai mulu. Dan kami jadi kesulitan air minum". "Kapan mamak kalian pulang?" "Minggu depan, Mami."

Aku hanya senyum2 aja mendengar curhat orang2 tentang Bapak.

Cepat pulang ya, Mak.... kasian tuh orang2, katanya rumah kita tertutup terus dan mereka bingung mau beli air.

No comments: