Thursday, November 15, 2007

Mak Comblang

“Apa yang menjadi kriteria kamu mencari cowok ?”

“hmmm…sebenarnya, membuat kriteria cowok yang saya inginkan pun saya tidak bisa,” kata Ana puas dengan jawaban yang terucap karena tidak perlu berfikir menjelaskan kriteria pria yang dia idamkan kepada bibi Dani.

“Pintar jawaban anak kita, mungkin karena sudah disekolahkan. Kalau kata kami ya, dia itu sudah baik banget. Kamu itu cocok banget untuknya.”

”Belum tentu dia merasa cocok dengan aku. Kata teman-temanku, aku ini kadang musingin. Tar dia pusing lagi kalo ngobrol ma aku”.

”Tapi memang benar juga, ibu aja suka pusing kalau dengar jawaban-jawaban kamu.”

Ana sudah mulai gerah dengan obrolan dengan bibinya yang sedang melakonkan peran mak comblang. Kalau semua pernyataan dan obrolannya dijawab dengan menunjukkan rasa tidak suka yang frontal maka akan panjang dampaknya. Dan tentunya dia akan selalu disalahkan dan dianggap belum menikah karena terlalu milih-milih. Dengan sabar, Ana tetap meladeni semua perkataan bibi yang sudah sejam menasihatinya supaya berfikir untuk segera menikah.

”Bagaimana mau ya dijodohin? Kamu coba kenalan saja dulu dengan dia. Dia memang tidak punya titel. Tapi sudah punya usaha sendiri. Bibik tuh pengen banget kenalin yang terbaik untuk kamu...tapi kalau yang pria mapan yang punya gelar, bibi belum punya kenalan.” Ana hanya senyum saja menanggapi penjelasan bibi yang penuh semangat.

”Sebenarnya ada dua cowok yang bisa dikenalin...tapi yang satu itu kurang baik untuk kamu. Sebenarnya dia baik tapi pergaulannya belum tentu sesuai ma kamu. Kalau bibi liat sih susah nanti ke depannnya. Dia itu suka clubbing dan kadang suka minum. Nah yang begini ini sulit nantinya dikeluarga kita. Tapi kalau yang satu lagi, walaupun usahanya cukup bagus tapi dia selalu terlihat biasa saja. Orangnya baik dan suka menolong. Postur tubuhnya mirip ma abang kamu, papanya Ray. Penampilannya sederhana dan orangnya jujur dan terbuka. Persis kayak Bapak kamu loh... Bagaimana, Na?”

”Hehehe...saya mah gampang aja kok..kalau dia baik. Gak masalah lah...pokoknya mudah aja. Lagian, dia juga belum tentu mau ma aku.”

”Garansi...dia mau banget kalau menikah ma anakku. Kamu kan anakku juga, Na. Dengerin ya Na..kenapa bibi pikir dia cocok ma kamu. Kemarin, bibi nanya apa kriteria cewek yang mau dia jadikan istri. Sebenarnya banyak banget cewe yang suka ma dia. Gimana enggak, dikota kecil kita ini dia sudah berhasil dengan usahanya di usia yang masih muda. Katanya, dia mencari istri yang bisa mandiri. Kalau istrinya mau bekerja, boleh. Kalau di rumah saja juga boleh. Trus katanya kalau istrinya mau bantu usaha yang dijalankan nya saat ini juga boleh, tapi akan lebih baik kalau istrinya punya ide untuk jalankan usaha sendiri, lebih baik dibuat saja yang baru. Karena yang dia kerjakan sekarang ini sudah berjalan dengan baik, tar kalau dimasuki orang baru malah jadi sulit kalau tidak searah pikiran untuk memajukannya. Nah menurutku kamu cocok dan bisa menjadi pendamping untuknya. Gimana? Kamu harus sudah mulai memikirkan menikah, Na”.

”Iya..pasti tar kalau sudah sampai waktunya, aku juga menikah lah..”

”Kita harus berusaha juga untuk mencari seseorang yang akan menikahi kita perempuan ini. Na, kamu sebenarnya sudah punya pacar belum sih? Kalau sudah, kamu bawa ke rumah trus sudah bisa dibicarakan untuk menikah dengan pacar kamu itu”.

”Ana gak punya pacar, Bi!”

”Kalau gitu, bibi sarankan kamu kita kenalin dengan cowok yang bibi bilang tadi”

”Santai aja lagi bi, paling tar dia yang belum tentu mau sama aku. Aku mah orangnya gampang kok..gak punya tuntutan macam-macam.”

”Kamu jawabanya selalu ’gampang’, ini serius. Kamu harus lihat dulu gimana orangnya. Jangan langsung ’IYA’ aja. Tapi kalau memang enggak suka, jangan dipaksanakan juga untuk nyenengin hati kami orang tua ini. Memang kami memikirkan yang terbaik untuk kalian anak-anak kami. Tapi kami gak mau juga memaksakan kehendak. Kami ingin kamu lihat dulu orangnya, dan kalau memang suka dikit aja. Tar baru bibi yang bicara sama dia. Sekarang kamu siap-siap, kita akan ke tempat teman bibi di dekat kantornya. Bibi memang ada urusan ke rumah teman itu siang ini. Trus tar bibi ajak ngobrol dia, kamu liat orangnya ya.”

”Apa? Enggak usah ah...malas. Aku percaya kok ma bibi. Kata bibi dia baik, dan manis aku juga percaya kok bi. Gak usahlah sampai segitunya kesana untuk liat dia ya... ya..bi..ya bi.. Enggak usah ya..”

”Ini..kamu ini persis seperti bibi waktu muda. Kalau ngomong jawab semua baik-baik. Tapi sebenarnya enggak mau. Bibi kenal banget jawaban-jawaban seperti itu. Kalau kamu sudah punya calon untuk dijadikan suami, kami juga gak akan menghalangi. Tapi kalau kami suruh kamu menikah, tanpa mencarikan calon suami..kan itu namanya kami juga keterlaluan kan?”

”Waduh...iya deh. Tapi berangkatnya sejam aja lagi ya bi. Aku belum mandi.”

”Na, bibi memikirkan yang terbaik kok untukmu. Cowo ini teman baik bibi, dan bibi juga akan memberikan anak bibi yang terbaik untuknya. Kamu tahu kan, kalau ada Tina anak kandung bibi yang sudah gadis. Tapi bibi gak yakin ma Tina. Bibi gak mau kalau menjodohkan Tina ma dia, karena Tina belum tentu bisa mandiri dan bibi pikir Tina enggak sesuai dengan perempuan yang dia cari untuk dijadikan istri. Kamu yang sesuai, Na. Makanya bibi pikir, gak ada salahnya kamu liat dulu bagaimana orangnya.”

”Sekarang kamu siap-siap ya.”

”Kak, Ana harus lihat dulu orangnya. Supaya nanti kalau memang mereka jodoh dan dikemudian hari ada masalah..dia enggak menyahkan kita kan kak? Bibi meyakinkan ibunya Ana bahwa yang dilakukannya sudah benar dan sangat bijak.

Ibu Ana tersenyum dan mendukung apa yang dikatakan bibi Dani.

***tar dilanjutin****

No comments: