Sunday, April 15, 2007

Kekerasan yang berakibat kematian di STPDN, pelakunya sudah PNS ??

Kematian Cliff Muntu, mahasiswa IPDN menguak banyak kebenaran yang selama ini disembunyikan. Peristiwa kekerasan yang juga berakibat kematian pada Wahyu Hidayat pada tahun 2003 yang lalu diusut kembali. Sepuluh tersangka sudah diselidiki dan dinyatakan telah melakukan pembunuhan di kampus STPDN pada tahun 2003 lalu itu. Bagaimana keadaan mahasiswa yang sudah melakukan pembunuhan ini namun bisa melenggang setiap hari menjalani kehidupannya sebagai PNS di beberapa kantor pemerintah daerah. Apakah benar-benar jiwa mereka tidak terusik dengan penyiksaan dan kekerasan yang mereka lakukan ketika menjadi mahasiswa.

Ketika melihat penayangan peristiwa-peristiwa kekerasan yang berujung kepada kematian di IPDN di layar televisi, dan juga berita2 di media cetak, mengingatkan saya dengan sebuah novel bagus yang ditulis oleh Fyodor Dostoyevsky yang berjudul “Kejahatan dan hukuman”.
Fyodor Dostoyevsky adalah seorang penulis Rusia yang sejaman dengan Leo Tolstoy. Dalam novel Kejahatan dan Hukuman, digambarkan seorang tokoh utama novel yang melakukan pembunuhan bernama Rodion Raskolnikov, Fyodor Dostoyevsky menggambarkan dengan jelasnya bagaimana jiwa yang tertekan ketika terdorong untuk melakukan kejahatan dan keadaan jiwa setelah kejahatan itu dilakukan. Pasca pembunuhan yang dilakukan sang tokoh digambarkan dengan menelusuri pergumulan paling sengit di relung jiwa terdalam seorang anak manusia. Kepahitan hidup dan rasa was-was kalau-kalau perbuatannya sudah diketahui orang lain. Kesepian hati, karena pergumulan itu membuatnya kesulitan dalam bersosialisasi. Keangkuhan hidup…kemelaratan dan cinta…semua menjadi suatu perjalanan psikologis anak manusia yang sudah melakukan kejahatan.


Novel ini diakhiri dengan pengakuan sang tokoh akan pembunuhan yang sudah dilakukannya. Dibuang ke Siberia untuk menebus apa yang telah dilakukannya. Pengakuan dan penyesalan yang dilakukan si pembunuh membawanya ke dunia yang baru. Walaupun tujuh tahun lagi dia akan menghabiskan waktunya di Siberia, tetapi wajah yang tak berdaya sudah tampak bersinar dengan terbitnya masa depan baru, kebangkitan hidup baru.

Kekerasan yang terjadi di IPDN yang berujung pada kematian itu merupakan suatu hal yang perlu kita renungkan Bagaimanakah manusia yang dihasilkan oleh suatu proses belajar yang penuh kekerasan. APakah secara psikologi mereka berada di dalam ketakutan dan dendam, yang selalu ingin disalurkan? Kalau tidak bisa disalurkan kepada adik kelas, apakah ada kemungkinan kemarahan itu mereka curahkan ke hal-hal negatif lainnya. Tumbuh dalam ketakutan, kemarahan, dendam, dan juga kebencian tidak akan menghasilkan manusia yang memiliki nurani yang bisa bersuara.

Mengakui kesalahan adalah kunci untuk membuka keterikatan akan kebencian, ketakutan, dendam, dan sifat-sifat negatif lainnya. Bukan hanya untuk para pelaku kekerasan IPDN, tetapi semua umat manusia. Bukankah kita semua punya kejahatan yang menjadi rahasia kecil kita? Atau juga bisa menjadi suatu rahasia yang sangat besar. Sebelum hukuman itu datang, sebenarnya saat ini juga jiwa kita mengalami perjuangan dan ketidak tenangan yang jauh lebih berat daripada hukuman yang bisa diukurkan. Mengakui kesalahan adalah kunci bagi semua orang untuk mendapatkan pengampunan dan kebebasan.

No comments: