Wednesday, October 19, 2005

Bercerita dalam keheningan (Tamat)

Istana pasir yang dibangun sudah selesai. Tian dan Anti berdiri dan menepuk-nepuk tangan untuk melepaskan pasir yang menempel di tangan mereka. Senyum tersungging di bibir keduanya menandakan kepuasan melihat kerjaan mereka membangun istana pasir itu. Mereka duduk mengamati istana itu yang mulai dicium oleh air yang dibawa ombak ke pinggir pantai. Tadi rasanya air pantai sangat jauh dari istana yang mereka bangun tetapi saat ini sudah begitu dekat bahkan sudah menyentuh istana tersebut. Tian dan Anti duduk di atas batu yang permukaannya rata yang dekat ke air pantai. Kaki mereka apabila dijulurkan maka ujung jari kaku akan jatuh di air dan apabila gelombang datang maka air semakin tinggi akan menyapa dan merendam kaki. Sambil duduk di Batu itu keduanya mengamati istana yang mereka bangun megah setengah jam yang lalu mulai roboh, di hempas air yang sampai di istana itu. Tian meninggalkan Anti duduk sendiri di batu itu. Dia menelusuri pantai, berjalan sambil sekali-kali jongkok memungut kerang atau pecahan karang atau batu yang unik yang banyak berserakan di pinggir pantai itu.

Angin laut mempermainkan rambut Anti dan dia menikmatinya. Dia melepas pandangan sejauh-jauhnya sampai garis batas bertemunya langit dan laut. Sapaan ombak di kakinya terasa lembut dan mengalir sampai ke kedalaman hatinya. Langit sangat biru dan tiada awan yang menghalangi cahaya matahari menghangatkan kulitnya. Anti terdiam dan hanya merasakan getaran yang ada di kedalaman hatinya. Tian sengaja meninggalkan Anti karena dia menyadari ada perubahan dalam diri Anti. Tian tidak ingin memaksanya untuk bercerita, tetapi dia tahu bahwa waktunya akan tiba, pasti Anti akan menceritakannya kepadanya. Mereka adalah dua sahabat sejak sepuluh tahun yang lalu. Mereka kuliah bareng dan setelah lulus keduanya tetap bekerja di Jakarta tetapi pada perusahaan yang berbeda. Walaupun tidak sekantor mereka masih kontak2 bahkan sering bertemu dan merencanakan liburan bareng. Persahabat mereka sangat indah dan sangat membangun yang satu dan yang lain.

Sesosok bayangan yang sedang mendiami Anti kembali hadir di pelupuk matanya. Semakin gelap pandangan karena mata dipejamkan maka semakin jelaslah bayangan itu. Anti menutup matanya menikmati bayangan yang sekarang mempermainkan pikirannya. Dia sudah lupa akan lembutnya angin laut yang berbisik di telinganya. Hempasan air yang dibawa gelombang di kakinya juga sudah tidak terasa lagi. Semua begitu tenang dan damai. Anti hanya ingin berbicara dengan bayangan yang hadir dan mendengar suara jiwanya yang semakin hening.

Pria yang baru dikenalnya sangat menawan hatinya. Sapaannya yang penuh keramahan, mata yang memandanga dengan tulus dan sikap yang berkharisma bukan hanya menawan hatinya tetapi juga seperti kehangatan mentari pagi yang mulai mencairkan gunung es hatinya. Sudah dua tahun ini hati Anti sangat beku, dia menutup pintu hatinya rapat-rapat dari semua pria. Hati an pikirannya hanya dia curahkan untuk pekerjaan dan karirnya. Kekecewaannya dalam membangun hubungan kasih dua tahun yang lalu telah menghancurkan kepercayaannya akan kesetiaan seorang laki-laki.

Pria yang baru dikenalnya ini menurutnya sangat berbeda. Matanya memancarkan kesetiaan, tutur sapanya sangat memberi kedamaian dan kesederhanaannya membuat Anti nyaman didekatnya. Anti tidak mengerti mengapa dia memandang pria ini berbeda dan baginya yang paling penting adalah keyakinan hatinya sendiri. Mereka bertemu ketika acara pesta sepupu Anti. Tepatnya sebenarnya mereka dikenalkan. Saat itu bibi Dea, adiknya papa Anti memperkenalkan mereka dan saat itu bibi Dea langsung memuji kalau mereka sebenarnya akan menjadi pasangan yang cocok. "Apalagi keduanya belum punya calon untuk dijadikan pasangan hidup, jadi ada baiknya kalau kalian saling mengenal lebih jauh" kata bibi sambil tersenyum. Saat itu muka Anti langsung memerah dan membelalak memandang bibinya dan bergumam "dasar bibi!" "Aku tinggalkan kalian ngobrol ya" kata bibi sambil berlalu.

"Pesta ini menyenangkan sekali ya...sebenarnya saya tidak mengenal banyak orang disini" kata pria yang bernama Bram itu memulai pembicaraan. Dengan gugup Anti hanya mengangguk dan mulai melemaskan otot2nya dan memasuki suasana pembicaraan dengan sedikit rileks. "Oh..ya, siapa saja yang Anda kenal memangnya di pesta ini?" tanya ANti. "Hanya Dea, kami teman dekat dan dia mengundang aku menghadiri pesta keponakannya ini karena kebetulan aku sedang ada di Jakarta" jawab Bram. "Lusa aku akan kembali ke Medan karena masa trainingku di Jakarta sudah selesai" katanya melanjutkan. Anti hanya tersenyum mendengar penjelasan pria di depannya. Pembicaraan ringan seputar pesta, pekerjaan mengalir dengan lancar diantara mereka berdua. Ketika obrolan sampai mengenai buku, Anti sangat bersemangat. Apalagi sepertinya Bram mengetahui semua buku yang dibahas, jangan-jangan seluruh buku yang ada diperpustakaan pribadi Anti, Bram mengenal judul dan pengarangnya. Itulah awal pertemuan mereka dan setelah itu mereka belum bertemu lagi. Sehingga Anti senang memberi sebutan pada Bram sebagai orang asing yang dekat di hati.

Bram dan Anti sama-sama orang Karo dan secara tutur mereka adalah rimpal. Setelah kembali ke Medan Bram masih menghubungi Anti dan hubungan diantara mereka semakin bertumbuh selama dua bulan ini.

Anti memandang ke langit biru dan merasakan kerinduannya akan Bram yang mungkin sejak awal sudah mencairkan hatinya yang membeku. Seminggu ini yang membingungkan dan membahagiakan Anti adalah ketika Bram memintanya menjadi ibu dari anak-anaknya. karena jarak yang jauh dan waktu yang sulit untuk bertemu saat itu melalui telpon, Bram menyatakan keinginannya dan menyarankan Anti tidak perlu menjawab saat itu. Dia memberikan Anti waktu untuk memikirkannya dengan sungguh-sungguh mengenai hal itu, dan kalau sudah mendapat jawaban yang terbaik dia bisa mengabarinya kapan saja. Bram menegaskan apapun yang menjadi jawaban Anti adalah baik baginya. Hal inilah yang membuat Anti banyak berdiam diri minggu ini. TEman-teman kantornya bingung melihatnya tetapi mereka tidak berani menggangu dan menanyakan perubahan pada dirinya. Anti mempertimbangkan banyak hal, kalau dia menerimanya berarti dia akan meninggalkan pekerjaannya dan mulai memikirkan perjalanan hidup yang baru yang tantangannya juga banyak. Dan masih banyak yang harus dipikirkan oleh Anti karena jarak yang jauh memisahkannya dengan Bram.

Angin yang menyapanya semakin terasa dingin, walaupun terik matahari yang menerpa kult juga mulai terasa menyengat. "Pertemuan pertama itu mungkinkah sudah mempersatukan hati kami" Anti bertanya pada hatinya. Seminggu ini dia hanya bercerita dan berbicara pada keheningan hati dan jiwanya. Tidak seorangpun yang dia bagi mengenai hal-hal yang menjadi pikirannya seminggu ini. "Akulah yang akan menjalaninya, lebih baik aku membicarakannya dengan hati dan jiwaku dalam keheningan saja" katanya pada dirinya.

Anti menoleh ke istana pasir dan kerusakannya sudah sangat hebat. Kemudian datang gelombang yang lebih besar dari sebelumnya dan benar-benar menghancurkan istana pasir itu. Tiada bekas lagi kalau beberapa saat tadi berdiri megah istana pasir di tempat itu. Anti juga menyadari kalau hatinya sudah berubah. Gunung es yang membekukan hati sudah mencair dan tidak tampak lagi jejak-jejak hatinya seperti dua bulan yang lalu. Cinta sudah mengalir ke dalam hatinya yang sudah terbuka. Dan kerinduannya bertemu kekasihnya mulai menenggelamkannya.

Anti berbisik dalam hening, "Angin katakanlah padanya setelah projek ini selesai dan dua purnama lagi aku akan datang padanya dan menerima tawarannya menjadi ibu bagi anak-anaknya".


(Wuhhh...Akhirnya selesai juga cerpennya :) )

1 comment:

selfi said...

nice story nom :)
true story kah? hehe..