Tuesday, October 18, 2005

Emosi dan Pemikiran

Emosi dan logika melekat pada diri setiap orang dan mengalami perkembangan. Mulai dari masa kanak-kanak sampai tua nanti kedua hal ini selalu mewarnai kehidupan manusia. Tetapi sering sekali manusia membuat sedikit kesalahan dalam menerima keduanya. Saya menggunakan kata “sedikit kesalahan” karena saya tidak menemukan kata yang tepat menggantikannya. Semua kita sering membuat sedikit kesalahan, karena kejatuhan manusia ke dalam dosa membuat manusia tidak mampu melakukan apapun dengan 100% benar dalam perkembangannya.

Sebagai mahasiswa teknik dan menggumuli hal-hal yang sistematis membuat banyak mahasiswa lebih berkembang dalam sisi logika dibandingkan dengan perasaan (emosi). Bahkan saya menemukan banyak yang bertumbuh pesat disisi nalar tetapi sangat kerdil di sisi emosi. Emosi yang benar yang dialami seseorang memang sering sulit sekali dijelaskan kepada orang lain sehingga orang lain memahaminya. Tetapi kalau pemikiran-pemikiran, hal ini lebih mudah didiskusikan dengan orang lain. Karena pemikiran setiap orang sekalipun berbeda tetapi ketika mendengar pemikiran orang lain dan kita merasa itu masih logis maka kita bisa menerimanya. Tetapi emosi-emosi sering sekali tidak logis sehingga memahami emosi memang bukan dengan logika tetapi dengan emosi juga.

Emosi itu juga merupakan kebutuhan manusia. Manusia akan lebih berkembang dengan baik apabila dia mengungkapkan emosi yang terjadi dalam hidupnya. Makanya dikatakan “jangan marah sampai matahari terbenam” artinya boleh marah tetapi ada batasnya atau kontrolnya. Semua jenis emosi yang lain harus bisa diungkapkan dengan baik. Saluran emosi dalam diri manusia hanya satu, sehingga kalau emosi yang ditahan akan membuat saluran emosi itu menjadi tersumbat.

Contohnya : kalau kita marah dan kesel pada seseorang dan kita mendiamkannya. Kita menutupi kekesalan kita dan mungkin menghindari orang tersebut. Hal ini bukan suatu tindakan yang tepat, memang sih kalau sedang marah besar dan tidak terkendali kita harus tahan dan menjauhi orang yang sedang menjadi objek kemarahan itu. Karena kita perlu juga meredamnya supaya tidak mengumbar kemarahan dan memperburuk keadaan. Tetapi kalau kemarahan sudah mereda dan kita sudah tidak di puncak emosi maka kita perlu mengungkapkan dengan baik kemarahan atau kekesalan tersebut kepada orang itu. Karena kalau kita terus memendamnya, maka hal ini akan menyumbat saluran emosi yang kita punya. Sehingga suatu saat kalau orang yang kita keselin itu mendapatkan suatu prestasi, kita pun tidak mampu mengungkapkan kegembiraan bersamanya dan tidak bisa mengucapkan “Selamat atas keberhasilan anda”. Emosi positif dan emosi yang negatif itu salurannya satu dalam diri kita J. Tetapi kalau kita menjelaskan bahwa kita kesal kepadanya karena sikapnya yang menyinggung kita, maka suatu saat kita juga mampu menunjukkan emosi yang positif kepada orang tersebut. Bahkan mampu menolong dia dan berempati dengan dia.

Emosi disini adalah emosi yang harus dikontrol dengan pikiran. Walaupun kadang emosi tidak dipahami oleh pikiran, namun pikiran tidak boleh langsung memberi penilaian tidak benar mengenai hal yang tidak mampu dipahami pikiran. Karena hal-hal yang tidak mampu dipahami oleh pikiran belum tentu salah bukan ? Kita juga harus menyadari keterbatasan pemikiran kita. Dan kalau masih tidak kita pahami akan emosi yang terjadi, jangan putuskan itu emosi yang salah. TEtapi kalau logika memahami emosi yang terjadi dan memang salah, maka logika jugalah yang harus berperan mengarahkan emosi itu menjadi emosi yang seharusnya. Emosi yang dikontrol oleh pikiran akan membentuk emosi yang benar.

Emosi itu sangat berkaitan dengan hati, dan pikiran itu sangat berhubungan dengan otak. Hati ada di dada dan otak ada di kepala, ini berarti hati ada di bawah kepala dan menunjukkan bahwa emosi itu harus ada dibawah pikiran.

Saya pernah membaca mengenai korek api. Kenapa tersinggung sedikit, korek api itu langsung menyala? hal ini disebabkan di kepalanya tidak ada otak.

MAri kita bertumbuh secara emosi dan logika :)

No comments: